Obsession
Kaito x Gakupo x Len
Disclaimer : Vocaloid
Genre : Bloody Romance.
Warning! OOC, Typo bertebaran, Bahasa berantakan, EYD
kacau..
Mengandung
unsur Boys Love, jadi buat yang ngga suka Boys Lovemending nggak
usah baca aja deh!
“Hosh… hosh… hosh…”
Seorang laki-laki berambut ungu tengah
berjalan sambil menyeret kaki kanannya. Sebuah pisau menancap cukup dalam
dikaki kanannya. Ia terlihat sangat ketakutan. Ia menekan perut dan lengan
kanannya yang mengeluarkan banyak darah. Ia tampak terluka parah.
“Haah.. haa.. ini gawat… aku sudah tidak bisa
menahannya lagi..”
Laki-laki itu menoleh kekanan dan kekiri.
Ia mencari sebuah tempat untuk bersembunyi.
“Kuso!!
Ternyata villa ini lebih menyeramkan dari yang kuduga! Dimana aku harus
sembunyi??”
DEG!
Laki-laki berambut ungu panjang itu
menghentikan langkahnya. Perasaannya bercampur aduk. Ia merasa mendengar
sesuatu dari kegelapan dibelakangnya. Ia tidak mau menoleh, ia tampak panic
mencari sebuah tempat untuk bersembunyi.
TAP… TAP… TAP... TAP…
Suara langkah kaki itu semakin
mendekatinya. Laki-laki itu mempercepat langkah kakinya. Ia menemukan sebuah
lemari tidak jauh darinya. Tanpa pikir panjang ia langsung masuk kedalam lemari
itu dan bersembunyi didalamnya.
“Di-dia
tidak akan menemukanku disini…” batin laki-laki itu.
Ia mengintip dari celah pintu lemari yang
ia jadikan tempat persembunyian. Nafas laki-laki itu tersengal, detak
jantungnya berdebar lebih kencang. Darah dari lukanya tidak berhenti sama
sekali. Laki-laki itu berusaha mecabut pisau yang menancap dikakinya.
“Ke-kenapa
bisa begini!! Apa yang sebenarnya
terjadi?!” sesekali laki-laki itu mengintip pada celah pintu lemari.
TAP… TAP… TAP... TAP…
“Di-dia
semakin dekat…” batin laki-laki itu.
Suara langkah kaki itu tiba-tiba menghilang.
Laki-laki berambut ungu itu masih mengintip di celah pintu lemari. Diluar
sangatlah gelap, dia bahkan hanya bisa melihat kegelapan tak berbatas disana.
Tiba-tiba…
CROOOT!!!
“AAAARRRRGGGHHHH!!!” Laki-laki berambut
ungu itu berteriak.
Ia menjauh dari celah pintu lemari
tempatnya bersembunyi. Mata kanannya mengeluarkan banyak darah. Seseorang telah
menusuk matanya itu.
“Say, Gakupo-Senpai..
apa sekarang kau menyadari ku?” terdengar suara dari luar lemari.
Seorang laki-laki berambut biru tengah
menjilati sebuah pisau yang penuh dengan darah. Bajunya dipenuhi dengan bercak
darah, begitu pula wajahnya. Laki-laki itu juga menjilati tangannya yang penuh
darah.
Laki-laki itu membuka pintu lemari. Disana
ia mendapati senpainya tengah
merintih kesakitan sambil memegangi mata kanannya yang ditusuk. Laki-laki
berambut biru itu mendekati senpainya.
“Gakupo-Senpai,
kau baik-baik saja?” laki-laki berambut biru itu memulai menyentuh pipi senpainya.
PLAAK!!
“Jangan sentuh aku! Apa yang sebenarnya kau
inginkan, Kaito!” bentak Gakupo.
“I
want You to notice Me, senpai…” Kaito tersenyum.
Senyumannya itu begitu menakutkan. Gakupo
ingin sekali berlari tapi dia sudah tersudutkan dilemari itu.
“A-apa
yang sebenarnya terjadi?! Kenapa jadi begini?!” batin Gakupo.
Dua
hari sebelumnya
Gakupo terbangun, ia mulai duduk
dikasurnya. Ia merasa sangat lelah setelah kegiatan OSIS kemarin, belum lagi
semalam ia melakukan ‘itu’ bersama
orang yang sangat mencintainya, Len. Ia menoleh ke samping kanannya. Ia
mendapati kekasihnya itu masih tertidur dengan manisnya disebelahnya.
“Hah.. dia benar-benar kawaii..” Gakupo membelai lembut rambut kuning kekasihnya.
“uuummm… Ohayou, Gakupo-senpai…” Len mengosok
mata kanannya.
Ia tampak masih
mengantuk. Gakupo mengecup pelan dahi Len.
“Ohayou, My sweety…”
“Hmmm… senpai, kenapa kau tersenyum seperti
itu?”
“Tidak apa.
Hanya saja aku tampak begitu manis… chuu~”
“Senpai, hentikan. Ini sudah pagi,
sebaiknya aku mandi dulu..”
Len menarik
kemeja panjang milik Gakupo dan segera memakainya. Ia berjalan menuju kamar
mandi meninggalkan Gakupo yang tengah tersenyum bahagia. Seperti biasa, Len
selalu tampak sangat imut dari belakang saat ia menggunakan pakaian Gakupo yang
jelas-jelas kebesaran untuknya.
Gakupo mulai memikirkan
hal-hal yang tidak-tidak saat itu.
Drrr.. drrr… drrr…
Handphone
Gakupo bergetar. Ia mendapat sebuah e-mail baru dari seseorang yang sangat
dikenal baik olehnya.
“Kaito? Tumben
sekali dia kirim e-mail sepagi ini..”
Gakupo segera
membuka e-mail itu dan membacanya. Gakupo sedikit merasa pusing setelah membaca
e-mail tersebut. Tentu saja, Kaito mengatakan bahwa mereka akan melakukan rapat
pagi ini. Sedangkan Gakupo sendiri, ia masih berada dikamar Len tanpa
menggunakan selembar pakaianpun.
“Hah…
setidaknya aku harus membalas e-mail ini..”
Gakupo menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. Ia segera menggunakan pakaiannya dan menuliskan
sebuah memo untuk Len. Gakupo harus segera pulang sebelum Kaito menjemputnya
untuk rapat OSIS.
Jarak rumah Len dan Gakupo cukup dekat.
Gakupo hanya harus berjalan selama 15 menit untuk sampai rumahnya. Gakupo
tinggal dengan Kakak perempuannya yang seorang penyanyi bar, Luka.
“Semoga Kakak belum pulang..” Gakupo
menatap jam tangannya.
“Kamui-san..”
Seseorang memanggilnya dari kejauhan.
Seorang laki-laki berambut biru melambaikan tangannya dari kejauhan. Laki-laki
itu berjalan mendekati Gakupo.
“Ohayou, Kamui-san..”
“Ah, Ohayou… Kaito..” Gakupo berhenti
berjalan.
“Senpai, kau darimana? Kupikir kau ada
dirumah.”
“Ah.. anoo.. etto… hmmm..”
Gakupo kebingungan menjawab pertanyaan
Kaito, karena tidak mungkin baginya untuk mengatakan kalau ia habis menginap
dirumah Len. Melihat wajah kebingungan Gakupo, Kaito langsung menghela nafas
panjang. Ia lalu menepuk pundak Gakupo dan mencengkramnya.
“Hah… Aku mengerti. Sekarang kau harus
segera bersiap lalu kita ada rapat pagi ini, Kamui-san. Kau mengerti?” Kaito
tampak sangat marah.
“Wa-wa-wakata…” Gakupo sedikit merinding.
Mereka berdua berjalan menuju rumah Gakupo.
Sesekali Gakupo melirik kea rah Kaito. Kaito selalu
terlihat rapi, ia selalu
mematuhi aturan sekolah. Bahkan bisa dibilang Kaito lebih cocok menjadi seorang Ketua OSIS dibandingkan
dengan Gakupo.
“Ah, Kaito. Tumben kau tidak memakai
kacamatamu. Kenapa?”
“Kacamataku patah tadi pagi. Jadi aku tidak
bisa memakainya.”
“Oh begitu, padahal kau lebih cocok pakai
kacamata.” Gakupo berkata tanpa sadar.
Kaito berhenti berjalan. Ia menundukan
kepalanya, wajahnya mulai memerah. Gakupo menoleh kebelakang. Ia lalu
menghampiri Kaito yang tengah berdiam diri.
“Kau kenapa Kaito?” Gakupo menyentuh pundak
Kaito.
“Ti-tidak apa. Se-sebaiknya kita bergegas.”
Kaito berjalan melewati Gakupo.
Tidak sengaja Gakupo melihat wajah Kaito
yang memerah. Entah kenapa itu membuat Gakupo merasa bingung.
“Tadi
itu kenapa? Wajahnya merah sekali…” batin Gakupo.
“Kamui-san!”
“Ah. Aku datang…”
Gakupo segera berlari menyusul Kaito.
Mereka berdua berjalan bersebelahan menuju rumah Gakupo. Mereka berjalan sambil
membicarakan masalah-masalah OSIS. Mereka berjalan selama 5 menit untuk sampai
ke rumah Gakupo.
“Masuklah, kurasa Kakak-ku belum da….”
Gakupo terkejut mendapati pintu rumahnya tidak terkunci.
“Ada apa, Kamui-san?”
“A-a-a, tidak ada…” Gakupo tergagap.
Ia tampak sedikit ketakutan.
“A..
Kurasa Nee-chan akan marah padaku… Matilah aku..” batin Gakupo.
Sambil menelan ludah, Gakupo membuka pintu
rumahnya perlahan. Tiba-tiba seseorang memukul kepalanya dengan menggunakan
pedang kayu.
“GAKUPO!!”
Seorang wanita berambut merah muda panjang
tengah berdiri tepat dibalik pintu sambil menyilangkan kedua tangannya. Ia
tampak sangat marah. Wanita itu adalah Luka, kakak perempuan Gakupo.
“O-onee-chan… Sa-sakit…” Gakupo memegangi
kepalanya yang dipukul oleh kakaknya.
“Kau ini! Sudah berapa kali harus kukatakan
padamu?! Jangan tinggalkan rumah saat aku bekerja!”
“Ha-habis kakak selalu pulang pagi… Aku
kesepian kak..” Gakupo mencibir.
“Apa katamu?!”
Sesaat Luka akan memukul Gakupo lagi, namun
ia berhenti saat ia melihat Kaito. Wajah Luka langsung memerah melihat Kaito
yang tengah tersenyum padanya dibelakang Gakupo.
“Ka-kaito-kun…” Luka menjatuhkan pedang
kayunya.
“Ohayou, Luka-san..”
“O-ohayou.. Kenapa kau kemari,
Ka-kaito-kun??”
“Nee-chan, Kaito kemari untuk menjem…”
Gakupo mendekatkan wajahnya ke kakaknya.
DUUAAAK!!
Luka mendorong muka Gakupo hingga ia
menabrak pintu. Luka mendekati Kaito sambil tersenyum senang, ia sama sekali
tidak memperhatikan adiknya.
“Onee-chan!!!” Gakupo memegangi wajahnya.
“Apa?!”
“Kenapa kau selalu kejam padaku? Kau selalu
bersikap baik pada Kaito..”
“Dengar ya Gakupo, Kaito itu anak baik.
Tidak seperti dirimu, Lihat dia! Dia bahkan rela menjemput ketua OSIS pemalas
seperti dirimu.”
“Ano, Luka-san.” Kaito menyentuh tangan
Luka.
Luka langsung menoleh kea rah Kaito. Ia
menatap tangan Kaito yang menyentuh tangan Luka. Wajah Luka tampak semakin
memerah, diwajahnya tergambar jelas kebahagian tak tertandingi. Ia merasa
melayang.
“A-ada apa, Kaito-kun..”
“Tolong jangan marah pada Kamui-senpai.
Nanti kami bisa terlambat..” Kaito tersenyum manis pada Luka.
“Ba-baiklah.. Gakupo cepat mandi, kakak
akan siapkan sarapan untuk kalian. Ayo masuk Kaito-kun..”
Luka menarik tangan Kaito memasuki rumah.
Ia merasa senang sekali. Gakupo hanya bengong melihat perbedaan sikap kakaknya
itu.
“A-apa-apaan
itu… bukankah aku yang adiknya?” batin Gakupo.
“Kak, aku berangkat..”
Gakupo dan Kaito berpamitan pada Luka.
Gakupo berjalan dengan cueknya, sedangkan Kaito membungkuk dalam pada Luka.
Luka melambaikan tangannya dan berteriak dengan lantang.
“Kaito-kun… Hati-hati ya..”
Kaito hanya tersenyum lalu membalas
lambaian tangan Luka. Gakupo melirik kearah Kaito, kini Kaito tengah berjalan
disebelahnya.
“Hah… padahal aku ini adiknya, tapi kenapa
ia memperhatikanmu Kaito..”
“Eh?”
“Haaaah, bukankah kau sudah lihat
perlakuannya padaku tadi?”
Kaito menatap penuh arti kearah Gakupo. Ia
mencengkram erat tasnya. Entah apa yang dipikirkan Kaito, tapi tampaknya ia
sedikit marah.
“Kalau kau benci padanya aku bisa
menghilangkannya..” kata Kaito lirih.
“Eh? Apa kau bilang?” Gakupo menoleh kearah
Kaito.
“Aku bisa me…”
TIIIINNN!!
“Kaito! Awas!”
Sebuah mobil melesat cepat dan didekat
mereka. Gakupo langsung menarik lengan Kaito dan mendekap erat Kaito. Tangan
kanan Gakupo menahan kepala Kaito didadanya, sedangkan tangan kirinya digunakan
untuk memeluk pinggang Kaito.
DEG!!
DEG!! DEG!!
Jantung Kaito berdebar kencang, wajahnya
mulai memerah. Bahkan Kaito bisa mendengarkan detak jantung Gakupo
ditelinganya. Kedua tangan Kaito menyentuh dada bidang Gakupo. Kedua tangan
Kaito sedikit bergetar. Ia menatap wajah Gakupo yang berada diatas kepalanya.
Wajah Gakupo tampak begitu bersinar bagi
Kaito. Gakupo tampak begitu keren dari dekat. Bahkan Kaito bisa melihat leher
jenjang Gakupo dan Kaito bisa mencium aroma tubuh Gakupo dari jarak sedekat
itu.
“Ojii-san!
Hati-hati dong kalu menyetir!!” Gakupo tampak marah.
“Kau baik-baik saja Kaito?”
Gakupo menunduk. Wajahnya kini bekitu dekat
dengan wajah Kaito. Kaito tampak sangat terkejut. Ia hanya mengangguk pelan.
Gakupo pun tersenyum dan mulai melepaskan Kaito dari pelukannya. Gakupo
memungut tas Kaito yang jatuh saat ia menariknya.
“Ayo. Kita bisa terlambat untuk rapat..”
Gakupo tersenyum.
“Ba-baik..”
Mereka kembali berjalan menuju sekolah
mereka. Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya terdiam. Kaito berjalan
sedikit agak jauh dari Gakupo. Wajahnya masih memerah karena Gakupo tadi.
Sesekali ia melirik kea rah Gakupo.
“Hoi, Kaito! Jangan berjalan terlalu jauh
dariku..”
“Ba-baik!!” Kaito tersenyum senang.
Banyak anak berjalan memasuki gerbang SMA
Kirifuda. Banyak dari mereka berjalan bersama teman-temannya, tidak jarang dari
mereka berjalan sendirian. Walaupun masih terbilang pagi, sudah banyak anak
yang berdatangan.
“Ah, baru jam 6.30 tapi sudah seramai
ini..” Gakupo melirik jam tangannya.
“Ini sudah cukup siang, Kamui-san. Kita
sudah terlambat untuk rapat..”
“Ta-tapi Kaito, kenapa kita harus berangkat
pagi sedangkan mereka bisa berangkat siang..”
“Jangan mendebatku, senpai. Kau ini Ketua
OSIS, kan. Berilah contoh yang baik pada yang lain.”
Kaito kini berjalan lebih cepat dari
Gakupo. Mereka berdua memasuki gerbang sekolah, beberapa anak gadis melirik
mereka berdua. Bagi Kaito dan Gakupo itu adalah hal yang biasa bagi mereka.
Semua orang juga tau kalau Gakupo dan Kaito merupakan golongan murid popular,
siapapun pasti mengincar mereka.
“Kaito-kun! Gakupo-san!!”
Gakupo dan Kaito menoleh kebelakang. Mereka
berdua melihat sepasang anak kembar berambut kuning tengah berlari mendekati
mereka berdua. Mereka berdua adalah Len Kagamine dan Rin Kagamine.
“Rin-chan… tunggu aku..” Len berlari
mengejar saudara perempuannya.
“Ayolah Len!! Kau ini lelet sekali..” Rin
menarik tangan Len.
“Rin-chan.. Len-chan…”
“Ohayou, Gakupo-san..” Rin tersenyum manja.
“Ohayou, Rin-chan… Rin, bisakah kau
bersikap lembut pada Len, Kasihan dia…”
Gakupo membalas senyuman Rin, lalu ia membelai
lembut kepala Len yang tampak kelelahan berlari. Mendengar perkataan Gakupo,
Rin tertawa senang. Ia sangat tahu hubungan Gakupo dan saudara laki-lakinya,
Len.
“Kalau begitu kau harus mentraktirku crepes besok!!”
“Hah.. baiklah, akan kubelikan..”
“Yey!! Nah Len, jadilah anak baik ya..
Hahaha…” Rin tertawa senang.
Rin melepaskan tangannya dari tangan Len,
ia berjalan mendekati Kaito yang berada tidak jauh dari mereka. Rin menggenggam
tasnya dengan kedua tangannya. Lalu ia sedikit memiringkan badannya dan
tersenyum manis pada Kaito.
“Ohayou, Kaito-kun…”
“Ohayou, Rin..”
Kaito memaksakan diri untuk tersenyum.
Sebenarnya ia sedikit kesal saat melihat Gakupo membelai kepala Len. Kini ia
harus menyaksikan kedekatan Len dan Gakupo tepat didepan kedua matanya. Melihat
Kaito melamun, Rin melambaikan tangannya tepat didepan kedua mata Kaito.
“Hoi, Kaito-kun…”
“Ah, gomen nee Rin..”
“Hmmm, daijoubu…” Rin menggeleng.
“Anoo, Kaito-kun.. bukan kah kau bilang kau
ada rapat OSIS pagi ini??”
“Kau benar Rin. Sebaiknya aku segera
menarik Ketua OSIS Bodoh itu agar ia bergegas. Arigatou, Rin..” Kaito membelai kepala Rin.
Kaito mendekati Gakupo dan Len. Mereka
berdua tampak begitu mesra, sampai-sampai mereka tidak menyadari keberadaan
Kaito disana. Kaito mengepalkan tangannya dan memukul keras kepala Gakupo.
DUUAAK!!
“Ka-kaito…”
Gakupo menatap Kaito dengan mata berair,
sedangkan Len tampak begitu ketakutan. Kaito sendiri tampak begitu menakutkan.
Bahkan semua orang dapat merasakan aura tidak mengenakkan dari Kaito, ia tampak
lebih seram jika ia sedang marah.
“Kamui-san! Mau sampai kapan kau seperti
ini! Kita ada rapat!”
“Ta-tapi Kaito..”
“Kamui Gakupo-san!”
Suara Kaito terdengar begitu menakutkan. Ia
langsung menarik kerah baju Gakupo dan menyeret Gakupo bersamanya. Gakupo tampak
tidak rela berpisah dari Len, ia melambaikan kedua tangannya seolah meminta
pertolongan tapi aura disekitar Kaito seolah berkata ‘Berani mendekat kau akan rasakan akibatnya’
Rin tertawa terbahak-bahak melihat ekpresi
Gakupo. Ia bahkan menepuk-tepuk pundak saudara laki-lakinya, Len. Len tampak
begitu cemas melihat hal tersebut.
“Hahahahaha!!! Gakupo-san bodoh ya..
Hahaha..” Rin mengusap air mata diujung matanya.
“Ri-rin.. Kau tega sekali…”
“Ada apa sih Len? Aku kan tidak melakukan
apapun..”
“Harusnya kau tidak mengatakan hal-hal
semacam itu pada kekasihmu, Kaito.” Cibir Len.
“Aku kan hanya mengingatkan..” Rin
menjulurkan lidahnya lalu berjalan meninggalkan Len.
“Hah.. dasar Rin.. Bagaimana nasib
Gakupo-senpai ya…”
Len berjalan sambil menghela nafas panjang.
Gakupo menopang kepalanya dengan tangan
kirinya. Ia tampak sangat kesal. Dikepalanya terdapat benjolan bertingkat
akibat pukulan Kaito. Semua anggota OSIS yang mengikuti rapat mencoba menahan
tawa melihat ketua mereka seperti itu. Kaito sendiri tengah berdiri
disampingnya sambil menjelaskan masalah yang dibahasnya dirapat itu.
“Aku
ingin segera pulang…” batin Gakupo.
Kaito sesekali melirik kea rah Gakupo.
Gakupo tampak begitu bosan, Kaito pun mempercepat apa yang ingin ia sampaikan.
“Baiklah, ada yang ingin kalian sampaikan?
Jika tidak kita akhiri rapat hari ini. Kalian semua boleh kembali.” Kaito
menata berkas-berkasnya.
Beberapa anak mulai keluar dari ruang
rapat. Kini hanya tinggal Kaito dan Gakupo saja diruangan itu. Gakupo masih
saja terdiam. Wajahnya juga masih tampak sangat kesal. Kaitopun menghela nafas
panjang.
“Kamui-san. Kumohon maafkan aku..”
“Huh? Buat apa kau minta maaf padaku? Kau
bahkan memukul kepalaku sampai seperti ini.” Gakupo menunjuk benjolan
dikepalanya.
“Aku benar-benar minta maaf.”
Gakupo melirik kearah Kaito. Wajahnya
tampak sedih, ia tampak merasa bersalah dan menyesal. Tanpa sadar Gakupo
menepuk pelan kepala Kaito dan tersenyum padanya.
“Maaf. Aku yang harusnya bilang seperti
itu.”
“Eh?”
“Aku selalu merepotkanmu kan. Jadi maaf.”
Gakupo tersenyum lalu bangkit dari
kursinya. Ia berjalan keluar dari ruang rapat. Ia menguap cukup lebar dan ia
juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Jaa nee…”
Gakupo melambaikan tangannya lalu ia
menutup pintu ruang rapat. Gakupo berjalan meninggalkan ruang rapat. Ia harus
segera kembali ke kelasnya, sekarang ia sudah kelas 3. Jadi dia harus mengikuti
semua mata pelajaran yang ada.
“Ah, Aku harap bisa berlibur besok..”
Gakupo memasuki ruang kelasnya. Ia
mendekati sensei-nya dan memohon pada sensei-nya untuk mengizinkannya memasuki
kelas. Setelah mendapat izin ia segera duduk dibangkunya dan mulai mengeluarkan
buku-bukunya.
Sementara itu. Kaito masih berada diruang
rapat. Ia mengeluarkan sebuah buku dari tasnya. Ia mulai tersenyum sendiri saat
membuka-buka buku itu.
“Kau pasti menjadi milikku, senpai.
Pasti..”
Kaito mencium buku itu lalu menutupnya
kembali. Kemudian ia memasukan buku itu kedalam tasnya, namun selembar kertas
terjatuh dari buku itu. Kaito sama sekali tidak menyadari hal itu. Ia segera
keluar dari ruang rapat itu dan kembali kekelasnya.
Bel istirahat telah berbunyi. Kaito
berjalan bersama dua temannya menuju kantin sekolah. Ia berbincang-bincang
seperti murid SMA pada umumnya. Tiba-tiba…
“Ah, Kaito lihat! Bukankah itu kekasihmu?”
Salah satu teman Kaito menunjuk kearah
salah satu meja di kantin itu. Kaito menoleh kearah yang ditunjuk oleh temannya
itu. Ia melihat Rin tengah mengobrol bersama Len dan Gakupo. Kaito mulai
mengepalkan tangannya ketika melihat Gakupo begitu mesra dengan Len.
“Hoi Kaito, hati-hatilah dengan
Kamui-senpai. Bisa-bisa Rinmu direbut
olehnya lagi..”
“Benar Kaito. Aku dengar Lon-senpai dan
Soraru-senpai putus gara-gara Gakupo-senpai looh..”
“Sebaiknya kau kesana Kai…to, loh mana
dia?”
“Dia sudah kesana tuh..”
Kaito sudah berjalan mendekati ketiga orang
itu. Rin menyadari kedatangan Kaito, ia langsung melambaikan tangannya. Gakupo
dan Len menoleh kearah Kaito.
“Hei… Kalian semua disini?”
“Kaito-kun!! Ayo duduk disebelahku, aku
punya ice cream vanilla nih..” Rin menepuk bangku disebelahnya.
Kaito langsung duduk disebelah Rin. Rin dengan
santainya menyuapi Kaito dengan ice cream miliknya. Sedangkan Gakupo dan Len
saling menyuap pudding satu sama lain. Kaito merasa kesal. Dalam pikirannya
muncul sebuah rencana. Ia lalu tersenyum.
“Rin, apakah kau besok senggang?”
“Eh? Ada apa Kaito-kun?”
“Aku ingin mengajakmu pergi ke villaku
didekat gunung..”
Wajah Rin langsung memerah. Ia tampak
begitu senang dengan undangan dari Kaito. Rin sudah membuka mulutnya.
“Aku ma…”
“Tunggu, Rin!” Len mendekap mulut Rin.
“Ke-kenapa Len?”
“Kau akan pergi berdua dengan laki-laki
ini? Tidak! Aku tidak akan mengizinkanmu!” Len tampak begitu marah.
Len melotot kepada Kaito. Kaito hanya
menyipitkan matanya lalu tersenyum. Ia tahu kalau Len tidak akan mengizinkan
Rin, karena Len terlalu sayang pada Rin. Kaito lalu menopang dagunya dengan
tangannya. Ia menatap Len dengan penuh arti.
“Kenapa ia tidak boleh pergi berdua
denganku, Len?”
“Karena aku tidak percaya padamu!”
“Bagaimana jika kau juga ikut?” Kaito
tersenyum.
“A-apa? Aku? Ikut?” Len menunjuk dirinya
sendiri.
Kaito lalu mengangguk. Lalu ia menatap
kearah Gakupo, Gakupo pun berhenti makan pudingnya.
“Kau juga ikut, Kamui-san.”
“hah? Kenapa?”
“Ajak juga Luka-san. Dia pasti senang..”
“Ka-kakak? Kau ingin mengajak kakakku
juga?” Gakupo tampak tidak percaya.
“Kenapa tidak. Besok hari sabtu. Kita semua
bisa berlibur, setidaknya untuk beberapa hari saja…”
Gakupo dan Len tampak berpikir keras.
Sedangkan Rin sudah tampak begitu antusias. Ia bahkan mengutarakan semua hal
yang ia ingin lakukan bersama Kaito divillanya nanti. Ia bahkan tidak
menghiraukan Len yang masih berpikir keras.
“Len.. ayolah, kita pergi saja. Kan sudah
lama kita tidak berlibur… ayolah Len…”
Rin menarik-narik lengan baju Len. Melihat
wajah imut saudara perempuannya, Len hanya menghela nafas panjang. Dia tidak
bisa tidak mengiyakan permintaan Rin.
“Baiklah, Rin. Kita akan pergi bersama
Kaito.”
“A-arigatou Len!!!” Rin memeluk Len.
Melihat Len menyetujui ajakan Kaito, Gakupo
hanya tersenyum lalu ia mengeluarkan handphonenya. Ia menekan tombol nomor 2
sedikit lama. Ia menelpon seseorang.
“Ah, moshi-moshi..
Nee-chan, bisa aku bicara sebentar?”
“Ada
apa Gakupo? Memangnya kau tidak sekolah apa?” terdengar suara wanita dari
telpon itu.
“Tentu saja aku sekolah. Nee-chan, Kaito
mengajak kita untuk menginap di villanya. Apa kau bisa?”
“A-apa??!!
KA-KAITO MENGAJAKKU JUGA??”
Gakupo menjauhkan handphonenya dari
telinganya. Kakaknya berteriak terlalu keras hingga telinganya terasa sedikit
berdengung.
“Onee-chan… jangan berteriak! Kupingku
sakit tahu!!”
“Ah,
gommen gommen…”
“Jadi bagaimana?? Kau ikut atau tidak?”
“Tentu
sajalah, Bodoh!! Yey!! Kaito mengundangku!!”
Gakupo mendengar suara kakaknya yang sedang
bahagia itu. Gakupo langsung menutup telponya tanpa mengucapkan apapun pada
Kakaknya.
“Baiklah Kaito. Aku dan Kakakku juga ikut.”
“Arigatou, minna-san..” Kaito tersenyum
senang.
“GAKUPO!! BANGUN!!”
Luka menarik selimut Gakupo. Gakupo
berusaha membuka kedua matanya. Ia masih sangat mengantuk. Luka mulai membuka
tirai kamar Gakupo, cahaya matahari tampak begitu menyilaukan.
“Ada apa sih, Nee-chan… hoaem….” Gakupo
mengusap matanya.
“Bodoh! Kau mau bangun jam berapa? Kaito
sudah menunggu kita! Cepat bangun dan mandi!”
“Hah? Memangnya jam berapa ini?”
“jangan banyak bertanya! Cepat lakukan
saja!”
BRAAAAK!!!
Luka membanting pintu kamar Gakupo. Gakupo
hanya menggaruk kepalanya lalu ia bergegas ke kamar mandi. Jujur saja ia masih
sangat mengantuk, ia semalaman begadang memainkan sebuah game yang baru ia beli
kemarin.
Gakupo menghabiskan waktunya dikamar mandi
selama 15 menit. Setelah selesai mandi ia segera menggunakan pakaiannya. Ia
menggunakan kaos putih dengan jaket hitam bertudung. Tidak lupa ia menguncir
rambut ungunya yang panjang. Ia tidak pernah memotong rambutnya, karena baginya
rambutnya itu mengingatkan pada Ibunya yang telah meninggal 3 tahun lalu.
“GAKUPO!!!” Luka berteriak dari luar rumah.
“Iya iya..” Gakupo mengintip dari jendela
kamarnya.
Gakupo segera keluar dari kamarnya. Tidak
lupa ia membawa ranselnya yang berisikan keperluannya. Ia lalu mengunci kamarnya
lalu berjalan menuruni tangga rumahnya. Ia berjalan keluar rumahnya.
“Kau ini lama sekali!!” Luka meluncurkan
pukulannya tepat dikepala Gakupo.
“Auuu!! Nee-chan berhentilah memukul
kepalaku!!”
“Iya-iya.. cepatlah!!” Luka membelai lembut
kepala adik laki-lakinya.
Kaito tampak berdiri disebuah mobil biru
yang terparkir didepan gerbang rumah Gakupo. Kaito membukakan bagasi mobil,
Gakupo dan Luka segera memasukan barang bawaan mereka kedalam bagasi itu.
Dibangku penumpang, Len dan Rin sudah duduk
dengan manisnya.
“Ah, Nee-chan.. sebaiknya kau duduk
dibelakang saja..”
“Hee?? Aku ingin disamping Kaito..”
“Kak, kau tahu kan aku tidak bisa duduk
dibelakang…”
Luka teringat kalau Gakupo menderita mabuk
darat. Ia tidak bisa duduk dibangku penumpang. Bahkan Gakupo menghindari naik
bus. Luka hanya menghela nafas lalu mengangguk pelan. Gakupo dan Luka segera
masuk kedalam mobil Kaito.
Kaito memasang sabuk pengamannya. Ia
melihat Gakupo tidak memakai sabuk pengamannya, Kaito langsung mendekatkan
tubuhnya ke Gakupo. Seolah ia akan memeluk Gakupo. Tangan Kaito berada tepat
disebelah kiri leher Gakupo. Wajahnya begitu dekat dengan wajah Gakupo.
“Ka-kaito…” wajah Gakupo memerah.
“Kau harus memakai sabuk pengaman,
Kamui-san.”
“O-oh, begitu…”
Kaito kembali duduk dibangkunya. Ia segera
menyalakan mesin mobilnya. Ia pun menggerakan mobilnya. Mereka berlima
berangkat menuju villa Kaito didekat gunung.
Setelah 3 jam melakukan perjalanan
menggunakan mobil, kini mereka tiba divilla milik Kaito. Vila itu tampak sangat
besar. Villa itu bertingkat 2. Pemandangan sekitar villa itu juga tampak sangat
indah, udaranya terasa sangat sejuk.
Kaito memberikan kunci villanya pada Rin. Rin,
Len dan Luka langsung berlari menuju villa itu. Gakupo dan Kaito mulai
mengeluarkan barang bawaan mereka semua dari bagasi mobil.
“Hoi, Kalian!! Bantulah kami…”
“Tidak mau!! Kau kan laki-laki, Gakupo…
bawakan barang bawaan Onee-chanmu ini..” Luka berlari sambil menjulurkan
lidahnya.
“Onee-chan…”
“Sudahlah, Kamui-san. Lebih baik jika kita
yang membawanya sendiri kan??” Kaito tersenyum pada Gakupo.
“Yeah, kau benar.. Ayo kita bawa semua..”
Kaito membawa separuh dari barang bawaan
mereka semua. Ia berjalan menuju villanya. Gakupo mengikuti Kaito dari
belakang. Ia lalu berhenti sejenak. Ia menatap kesekeliling. Banyak sekali
pohon yang tinggi mengelilingi villa itu. Tiba-tiba angina berhembus kencang
menerpanya. Ia merasa seolah angin memintanya untuk pergi.
“Ka…”
Gakupo merasa sepatu kanannya sedikit
longgar. Saat ia melihat sepatunya, tali sepatunya yang kanan telah putus. Kini
perasaan Gakupo semakin tidak enak. Seluruh tubuhnya bergetar, ia merasa
merinding. Ia tidak mampu berkata-kata.
“Kamui-san..” Kaito memanggilnya dari jauh.
“Ah, iya..”
Gakupo mengacuhkan perasaannya. Ia mulai
menyusul Kaito memasuki villa itu. Dia hanya berdoa semoga tidak ada hal buruk
apapun yang terjadi.
Rin dan Len tampak begitu senang. Mereka
mengelilingi villa Kaito dengan penuh semangat. Mereka bahkan mulai menaiki
tangga dan membuka setiap pintu yang ada.
“Ah… Segarnya…” Luka berdiri balkon villa
itu.
“Onee-chan, bantulah kami..”
“Tidak mau. Aku capek..”
Luka masuk kedalam ruang tamu dan mulai
berbaring disofa. Gakupo menyilangkan kedua tangannya. Ia menatap marah
kakaknya. Kaito hanya menepuk pundak Gakupo lalu tersenyum padanya.
“Luka-san, Aku akan menunjukan kamarmu.
Maukah kau membawa barangmu?”
“Ba-baiklah, jika Kaito yang meminta apa
boleh buat…”
Dengan wajah memerah Luka membawa barang
bawaannya. Kaito tersenyum senang, ia mengisyaratkan pada Luka dan Gakupo untuk
mengikutinya. Mereka menaiki tangga menuju lantai 2. Disana terdapat banyak
sekali pintu. Mereka bertiga bisa mendengar suara Len dan Rin yang berteriak
senang di kamar paling ujung.
“Luka-san, ikuti aku.. Akan kutunjukan
kamarmu..”
“Ba-baik..”
Gakupo merasa kesal melihat sikap kakaknya
itu. Luka bersikap baik hanya pada Kaito saja. Mereka berjalan menuju kamar
diujung lantai itu. Kaito meletakkan bawaannya dan membukakan pintu kamar untuk
Luka. Kamar itu sangat luas dan bersih. Kau bisa melihat pemandangan pantai
dari sana.
“Ka-kaito… ka-kamar ini indah sekali..”
Luka tampak begitu senang.
“baiklah aku akan meninggalkanmu disini.
Aku harus menunjukan kamar yang lain. Istirahatlah…”
“I-iya…”
Kaito dan Gakupo segera keluar dari kamar
Luka. Luka tampak begitu senang dengan kamar yang dipilihkan Kaito untuknya.
Kini mereka berjalan menuju kamar didepan kamar Luka. Mereka memasuki kamar
itu. Didalam kamar itu Kaito dan Gakupo mendapati Rind an Len tertidur pulas.
Kaito dan Gakupo meletakkan barang bawaan Rind an Len dikamar itu.
“Sebaiknya kita biarkan mereka istirahat,
Kamui-san..” bisik Kaito
“Yah, kau benar. Mereka pasti lelah..”
Gakupo dan Kaito keluar dari kamar Rin dan
Len. Kaito menutup pintu kamar itu perlahan, ia tidak mau kedua anak kembar itu
terbangun karenanya.
“Akan kutunjukan kamarmu, Kamui-san.. Ikuti
Aku..”
“Ah, baiklah..”
Mereka berdua berjalan bersampingan. Entah
kenapa Gakupo merasa berat melangkahkan kakinya mengikuti Kaito. Seolah ia
tidak ingin berjalan dekat-dekat Kaito. Sejak memasuki villa itu, Gakupo merasa
merinding.
“Kamui-san, ini kamarmu. Dan yang
didepannya adalah kamarku. Lalu aku mohon jangan pernah masuk kedalam kamar
disebelah kamarku.”
Suara Kaito terdengar sangat aneh. Gakupo
menatap kamar yang dimaksudkan oleh Kaito, ia merasa semakin merinding. Gakupo
pun menelan ludah. Ia lalu menatap Kaito. Kaito membalas tatapan Gakupo dengan
tatapan innocent. Gakupo pun hanya mengangguk.
“I-iya… baiklah, kalau begitu aku akan
menaruh barang-barangku dulu.”
“Iya. Setelah ini aku akan memasak.
Kamui-san, maukah kau membantuku?”
“Iya, aku akan membantumu..” Gakupo sama
sekali tidak menatap Kaito.
Gakupo segera memasuki kamarnya. Ia menutup
kamarnya dan berdiri bersandar dipintu kamar itu. Ia merasa sangat tidak enak.
Ia menjatuhkan barang bawaannya, ia menekan dahinya. Ia merasa kepalanya sangat
sakit, ia tidak sanggup memikirkan apapun. Ia terlalu takut saat ini.
Gakupo mencoba mengintip dari balik pintu
kamarnya, ia melihat Kaito memasuki kamar sebelah kamarnya. Kaito tampak sangat
was-was memasuki kamar itu. Seolah Kaito takut ada yang mengintip kedalam kamar
itu. Kaito cukup lama berada didalam kamar itu. Dia sudah berada didalam sana
selama 20 menit, Gakupo tidak tahu apa yang dilakukan oleh Kaito didalam sana
selama itu. Kaito mengunci pintu kamar itu dan mulai
menuruni tangga. Gakupo pun keluar dari kamarnya. Ia mengikuti Kaito, ia
melihat Kaito menggunakan sebuah celemek berwarna pink.
“Pfft..” Gakupo menahan tawanya.
“Ah, Kamui-san…”
“Yo, Kaito.. kau tampak cocok dengan
celemek pink itu.. Hahaha…” Gakupo berjalan mendekati Kaito.
“Ja-jangan menghinaku… Hanya ada celemek
pink ini di villa ini. Jangan salahkan aku…” Kaito membuang muka.
Wajahnya tampak memerah karena malu, Kaito
memanyunkan bibirnya. Ia tampak seperti seorang anak kecil yang ngambek. Gakupo
sudah tidak tahan. Kini tawanya meledak memenuhi ruangan itu. Kaito masih saja
cemberut, tapi lama-kelamaan ia juga tertawa melihat wajah tertawa Gakupo yang
begitu polos.
Mereka berdua tampak asik mengobrol. Gakupo
juga membantu Kaito memasak makan malam untuk mereka semua. Mereka berdua
tampak begitu senang, apa lagi Kaito. Setelah selesai memasak mereka berdua
menata meja makan. Merek berdua memasak banyak sekali makanan.
“Hoaem… Ka-kaito-kun..” Rin berjalan
menuruni tangga.
“Oh, Rin kau sudah bangun..” Kaito
tersenyum.
“Gakupo, jam berapa ini… aku masih
mengantuk sekali…”
“Ini sudah jam 7, nee-chan. Oh, Len! Kau
sudah bangun..”
Rin, Luka dan Len turun bergiliran. Mereka
tampak masih mengantuk. Rambut merek abertiga tampak sangat berantakan. Kaito
dan Gakupo tertawa melihat ketiga orang yang baru bangun itu. Luka menyadari
Gakupo tengah menertawakanya, ia segera mencekik Gakupo. Ia merasa jengkel pada
adiknya. Mereka berlima tampak bersenang-senang.
Setelah selesai makan, Kaito menunjukan
pemandian air pana yang ada divillanya. Luka dan Rin memutuskan untuk berendam
duluan. Kaito mengantarkan kedua gadis itu menuju pemandian air panas tersebut.
Sedangkan Gakupo tetap tinggal diruang tamu. Saat Gakupo menoleh kearah
jendela, ia merasa ingin menghirup udara segar.
Gakupo tampak melamun di balkon di villa
itu. Ia melamun sambil menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Ia masik
kepikiran sikap Kaito yang aneh tadi. Tiba-tiba sebuah tangan mungil memeluknya
dari belakang. Gakupo membalikan badannya, ia mendepati malaikat kecilnya
tengah menatapnya dengan tatapan cemas.
“Ada apa, Gakupo-senpai?”
“Hmmm, tidak ada my sweety..” Gakupo membelai lembut rambut kekasihnya.
“Tapi kau tampak sangat ketakutan..
benarkah tidak ada apa-apa, Gakupo-senpai??”
Gakupo menggeleng sambil tersenyum. Tapi
tetap saja Len masih tampak mengkhawatirkan Gakupo. Melihat wajah Len yang
khawatir seperti itu membuat Gakupo semakin gemas padanya, belum lagi Len masih
memeluk erat pinggangnya.
“Hmmm, Gakupo-senpai…”
Len menundukan kepalanya, wajahnya tampak begitu memerah.
“Ada apa?”
“Bi-bisakah kau…” Len tampak begitu
gelisah.
“Apa yang bisa kulakukan untukmu, my sweety??”
“Bi-bisakah kau men… menciumku…”
Len menundukan kepalanya. Kini wajahnya
tampak merah, semerah tomat matang. Gakupo terkejut mendengar ucapan Len. Tidak
biasanya Len meminta Gakupo untuk menciumnya. Biasanya Gakupo langsung mencium
Len saat ia memang ingin menciumnya. Gakupo tertawa senang.
“Hihihi… tentu saja, my sweety…”
“A-arigatou…”
Gakupo menyentuh dagu Len. Gakupo harus
membungkuk agar ia bisa mencium Len. Ditengah gelapnya malam yang bertabur
bintang, sepasang kekasih itu saling berciuman. Mereka saling membagikan
perasaan mereka satu sama lain.
“Kamui-san, sebentar lagi kita bi…sa mandi…”
Kaito terdiam. Ia terpaku menatap Gakupo
yang tengah berciuman mesra dengan Len di balkon villanya. Ia merasa sangat
marah, Kaito mengepalkan tangannya. Tatapan mata Kaito telah berubah. Kedua
mata itu menatap kosong kearah Gakupo dan Len.Kaito berjalan kembali menuju
pemandian air panas.
BRUUUK!!
Tidak sengaja ia menabrak seseorang. Orang
itu ternyata Luka. Luka terjatuh dan kakinya terkilir. Kaito menatap tajam
Luka. Ia ingat semua perlakuan kasar Luka pada Gakupo. Ia merasa kesal pada Luka.
“Ah, Luka-san kau baik-baik saja?”
“Ka-kaito-kun… a-aku ba-baik-ba… auu!!”
Kaito mendekati Luka, ia melihat
pergelangan kaki Luka. Ia tahu kalau kaki Luka terkilir. Kaito pun tersenyum.
“Ini
saatnya aku membalasmu, Luka-san…” pikir Kaito.
“Sini, aku gendong kau sampai kamarmu.”
Kaito mengulurkan tangannya dan Luka pun
menggapai tangan Kaito. Kaito mulai menggendong Luka seperti seorang pengantin.
Wajah Luka langsung memerah saat itu juga. Ia tidak samnggup mengatakan apapun.
Ia hanya menunduk sambil melingkarkan tangannya dileher Kaito.
Kaito menggendong Luka memasuki rumah.
Kaito melihat Len dan Gakupo tengah mengobrol di ruang tamu dengan asiknya.
Kaitopun merasa semakin kesal. Ia tidak menghiarukan Len dan Gakupo. Kini ia
terfokus untuk menggendong Luka ke atas. Gakupo melihat Kaito tengah
menggendong Kakaknya.
“Hoi Kaito. Ada apa dengan Nee-chan??”
“Ah, dia Cuma terkilir. Aku akan membawanya
ke kamarnya. Kalian berdua lebih baik berendam saja sekarang.”
“hmmm, baiklah..” Gakupo tampak begitu
cuek.
“Kamui-san, tolong beritahu Rin kalau aku
ada dikamar Luka jika ia mencariku.”
Kaito berjalan menaiki tangga meninggalkan
Len dan Gakupo. Len dan Gakupo hanya saling memandang satu sama lain. Mereka
tidak tahu apa yang terjadi, yang jelas mereka sekarang akan segera ke pemandian.
Lantai dua villa itu sangatlah gelap. Kaito
sengaja tidak menyalakan lampunya, hanya sianar bulan dari jendela saja yang
memberinya penerangan.
“Luka-san. Aku akan membawamu ke kamarku..”
DEG!!
Jantung Luka berdebar kencang. Ia merasa
deg-degan saat Kaito mengatakan hal itu. Ia menjadi sedikit takut dan berharap.
“Ta-tapi Ka-kaito..”
Luka menatap Kaito dengan tatapan penuh
harapan. Tapi ia terkejut melihat wajah Kaito yang tampak begitu dingin. Seakan
dinginnya menusuk hingga ketulangnya.
Kaito membuka pintu kamarnya lalu ia
membaringkan Luka dikasurnya. Ia berjalan menuju pintu kamarnya dan mengunci
pintu itu. Jantung Luka berdebar tak karuan. Ia tidak menyangka Kaito akan
berbuat sampai sejauh ini.
“Ka-kaito… aku rasa kita tidak boleh
malakukannya…”
“Tapi, Luka-san.. sekarang adalah saat yang
tepat.”
“Ta-tapi…” wajah Luka semakin memerah.
Kini Kaito sudah duduk dikasur. Kaito
mendekatkan wajahnya ke wajah Luka. Namun Luka berusaha menjauh hingga ia
terbaring dikasur. Kini semakin mudah bagi Kaito untuk mendekati wajah Luka.
Luka merasa sangat panas diseluruh tubuhnya.
Kaito mendekatkan wajahnya ke leher Luka.
Ia menggosok-gosokan hidungnya dileher jenjang itu. Luka mulai menutup kedua
matanya dan ia sedikit menahan nafas. Kaito mulai menelusuri leher itu menuju
ke telinga lalu ia menempelkan hidungnya dihidung Luka.
“Luka-san..” bisiknya perlahan.
Luka membuka kedua matanya perlahan,
seluruh tubuhnya bergetar. Tangan kiri Kaito sudah mengunci kedua tangan Luka.
Kaitopun mulai mencium bibir Luka. Ia memberikan sebuah French Kiss pada Luka.
Luka menutup kedua matanya, Kaito menatap kearah Luka. Ia teringat perlakuan
Luka pada Gakupo. Tangan kanan Kaito mulai meraba-raba bawah bantalnya. Kini
Kaito melepaskan ciumannya.
Luka tampak begitu lemas karena ciuman
panas dari Kaito. Sekali lagi Kaito mendekatkan bibirkan ke telinga Luka. Ia
berbisik pelan ditelinga Luka. Ia memaggil-panggil nama Luka terus menerus.
“Luka-san, Gommen nee..”
Luka terkejut mendengar bisikan terakhir
Kaito. Kaito mencium Luka sekali lagi. Kali ini Kaito sedikit kasar, seolah ia
mendekap mulut Luka dengan mulutnya.
JLEEEB!!
Sebuah pisau menancap tepat didada Luka.
Luka sangat terkejut. Ia merasa sakit, ia ingin membebaskan diri dari
cengkraman dan ciuman Kaito. Luka menatap Kaito dan Kaito juga menatap Luka.
Luka merasa ketakutan melihat tatapan mata Kaito.
“I-itu
tatapan se-seorang pem-pembunuh…” piker Luka.
“Ugh.. uhuk!!!” Luka mengluarkan darah dari
mulutnya.
Kaito langsung melepaskan ciumannya dari
Luka. Kaito merasakan darah Luka yang memenuhi mulutnya.
“Cuh!” Kaito meludahkan darah itu.
“Ke-ke-kenapa??” Luka menagis.
Ia tidak megerti apa yang terjadi saat itu.
Kenapa Kaito menusuknya ia juga tidak tahu. Tatap mata Kaito seolah membentuk
sebuah dinding tanpa ampun baginya.
“Kenapa Kau bilang?” Kaito menjambak rambut
panjang Luka.
“Aaaa!!!”
Luka berteriak kesakitan. Kaito telah
mencabut pisau yang menancap didadanya. Kaito kemudian menjilat darah dipisau
itu.
“Karena kau sering melukai senpai-ku… kau sering memukul kepalanya.
Kau tahu itu sangat tidak baik, Luka Onee-san…”
Baru kali ini Luka melihat ekspresi wajah
yang seperti itu. Ia merasa sangat ketakutan.
“Di-dia
psikopat!!” batin Luka.
“Luka-san, aku rasa ini saatnya mencuci
hatimu agar kau bisa mengerti perasaan adikmu…”
Sekali lagi Kaito mendekap mulut Luka
dengan menggunakan mulutnya. Sedangkan tangan kanannya mulai menusuk perut
Luka. Ia menusuk perut Luka berkali-kali. Setiap kali ia menusuk perut Luka,
semburan darah terasa dimulutnya. Bahkan sampai darah itu mengalir keluar dari
mulut mereka berdua.
Semakin lama Luka semakin lemah karena
kehilangan banyak darah. Darah Luka tengah menggenangi tempat tidur Kaito. Baju
Kaito dan Luka juag berlumuran banyak darah. Luka sudah tidak sanggup
mengeluarkan suara lagi, ia juga sudah tidak sanggup lagi bernafas. Kaito pun
melepaskan ciumannya. Kaito menatap mayat Luka yang berlumuran darah
didepannya.
“Luka-san, kurasa hatimu masih baik-baik
saja..”
Kaito merobek pakaian Luka. Perut Luka
penuh akan bekas tusukannya. Kaito menyayat dada Luka dan terus membedah tubuh
Luka hingga mencapai bawah pusar Luka. Kaito membuka tubuh Luka yang telah
disobeknya itu. Kaito bisa melihat dengan jelas semua organ tubuh Luka.
Kaito hanya tersenyum senang. Kaito melihat hati Luka, ia langsung menarik
keluar hati itu. Darah Luka sejak tadi menciprati wajahnya. Saat hati Luka
sudah ada ditangannya ia meletakan hati itu dikasur lalu ia menjilati tangannya
yang penuh dengan darah.
“Ah, ternyata kau bunya banyak selain
hati.. bagaimana kalau kita bersenang-senang…”
Kaito memasukan kembali tangannya kedalam
lubang diperut Luka. Ia menemukan sesuatu yang lain. Organ itu adalah lambung
Luka. Kaito kesusahan mengeluarkan lambung itu, ia mengambil pisau dengan
tangan kirinya dan ia memasukan tangan kiri bersama pisaunya itu kedalam perut
Luka. Ia mulai memotong saluran yang menghubungkan lambung dengan usus
duabelasjari dan kerongkongan. Setelah berhasil ia mengeluarkan lambung itu
sambil tertawa senang.
“Kurasa Aku akan mengeluarkan semuanya,
Luka-san…” Kaito berbisik ditelinga Luka.
Kedua tangan Kaito kembali masuk kedalam
perut Luka. Ia menyentuh sesuatu yang sangatlah panjang. Sekali lagi ia tertawa
senang. Perlahan tapi pasti ia mulai menarik keluar benda panjang itu hingga
keluar dari lubang diperut Luka.
“Jadi seperti ini ya usus manusia…”
Usus Luka tampak terkulai keluar dari perut
Luka. Kaito mengambil pisaunya dan menusuk-nusuk usus itu. Ia membedah usus
itu. Banyak sekali cairan yang mengalir dari perut Luka. Kaito melihat dada
Luka yang juga dibedahnya. Ia tersenyum lalu menghancurkan tulang rusuk dan
tulang dada Luka. Ia berniat mengambil Jantung Luka. Ia membuka laci mejanya,
ia menemukan sebuah palu yang cukup besar.
Kaito mulai memukul dada Luka. Kaito bisa
mendengar suara tulang retak dari dada Luka. Melihat dada Luka yang sedikit
remuk, Kaito mengambil sebuah pisau yang lebih besar dan mulai membedah dada
Luka. Ia menemukan Jantung Luka dan juga paru-parunya.
“Aku pernah baca. Ada yang bilang jantung
wanita itu bisa membuatmu abadi..”
Kaito mencengkram jantung Luka. Ia mulai
menjilati jantung itu. Darah dari jantung itu mengalir ke tangan Kaito. Kaito
un menjilati darah dilengannya itu.
“Bagaimana kalau kita buktikan, Luka-san…”
Kaito mulai menggigit jantung Luka yang
masih sedikit berdenyut. Ia memakannya seolah ia sedang memakan sebuah
steak. Kaito menghabiskan separuh
jantung Luka. Lalu ia menaruh sisa jantung Luka dikasurnya sama seperti organ
tubuh Luka yang lain.
“Luka-san, terima kasih atas makan
malamnya. Ini sangat enak..” Kaito mengecup dahi Luka.
“Oyasuminasai,
Luka-san..”
Kaito berjalan mendekati pintu kamarnya dan
membukanya. Kini ia akan menuju kamar Luka.
“Ah, berikutnya kamu… Rin..” pikir Kaito.
Saat keluar dari kamar, ia melihat lantai
dua villanya ini tampak begitu gelap. Cahaya bulanpun tidak mampu menerangi
ruangan itu. Awan mendung telah menutupi langit malam.
“Setidaknya
dia tidak akan tahu bekas darah disini…”
Kaito berjalan menuju kamar Luka. Tatapan
matanya sama sekali tidak berubah. Ia berjalan sambil sesekali menjilati darah
ditangannya.
“Huh!! Kenapa aku harus berendam bersama
sepasang kekasih seperti kalian!”
Rin membentak Len dan Gakupo yang sejak
tadi ikut berendam bersamanya. Gakupo dan Len hanya tertawa kecil. Rin sangat
kesal melihat kemesraan Gakupo dan Len yang tadi sempat berciuman didepan Rin.
“Sudahlah Rin-chan.. kami kan sudah minta
maaf..”
“Tidak bisa Gakupo-san!! Aku mau kembali
saja!!”
Rin langsung berjalan meninggalkan Len dan
Gakupo. Ia tampak begitu kesal, Rin langsung mengambil handuk mandinya. Ia
mulai berjalan meninggalkan pemandian.
“Oi Rin.. Jika kau mencari Kaito, dia ada
dikamar Luka!!” Gakupo berteriak dari kejauhan.
DEG!!
Rin merasa jantungnya seperti tertusuk
mendengar ucapak Gakupo tadi.
“Buat apa Kaito ke kamar Luka?!” Rin tampak
semakin kesal.
Rin berjalan sambil mengomel-omel sepanjang
jalan menuju lantau 2. Rin membawa handphonenya dan mencoba menelpon Kaito.
Tapi Kaito sama sekali tidak mengangkatnya. Saat Rin menaiki tangga, ia melihat
lantai atas tampak begitu gelap. Ia tidak bisa melihat apapun saat itu.
“Ka-kaito-kun??” Rin menoleh kekanan dan
kekiri. Ia tampak sangat ragu untuk melangkah.
Rin mencoba untuk menelpon Kaito sekali
lagi, ia sekarang bisa mendengar suara handphone Kaito dari kamar didepan
kamarnya.
“Jangan-jangan itu kamar Luka-san..”
Rin berjalan memasuki kegelapan itu. Ia
menggunakan handphonenya sebagai penerangan jalan. Ia berjalan disisi kanan.
Karena ia yakin kamarnya ada disisi kanan. Ia terus berjalan sampai ia
menemukan pintu kamarnya.
“Berarti kamar Luka disana..” batin Rin.
Ia berjalan sambil meraba-raba jendela
disebelahnya. Hingga akhirnya ia menemukan gagang pintu kamar Luka. Rin mencoba
untuk sopan. Ia mengetuk pintu kamar itu tiga kali. Namun tidak ada yang
membukakan pintu untuknya.
“Kaito-kun!!! Kau didalam kan?!”
TOK!!!
TOK!!! TOK!!!
Rin mulai mengetuk kasar pintu kamar itu,
tiba-tiba saja pintu itu terbuka dan Rin hampir saja jatuh membentur lantai.
Seseorang tengah memegangi tangannya. Tangan orang itu terasa basah dan sedikit
berlendir. Kamar Luka tampak begitu gelap. Rin tidak bisa melihat apapun
didalam situ.
“Ka-kaito-kun….” Rin terdengar ketakutan.
Orang yang memegangi tangan Rin langsung
mendekap erat Rin dari belakang. Rin merasa sangat ketakutan, orang itu
bernafas tepat dibelakang telinga Rin.
“Ri-rin…”
DEG!!
Rin dengan cepat menoleh kebelakang. Ia
sangat yakin itu adalah suara Kaito.
“Ka-kaito-kun…”
Tiba-tiba ia merasakan bibirnya menyentuh
sesuatu. Seseuatu yang lembut dan basah. Tapi ia juga merasakan sesuatu yang
lain, rasanya sedikit amis. Rasanya sangat tidak enak.
“Gommen
nee…” bisik Kaito.
Kaito menahan kepala Rin lalu Kaito
memberikan sebuah French Kiss pada Rin. Kini Rin merasa mual dengan ciuman
Kaito.
“A-apaan
ini?! Rasanya seperti… Da-darah!” pikir Rin.
Rin berusaha melepaskan diri dari Kaito
tapi Kaito terlalu kuat. Rin tidak sanggup melawannya. Tiba-tiba Rin merasakan
ujung benda yang tajam tepat dijantungnya. Rin merasa semakin ketakutan.
JLEEEB!!!
Kaito melepaskan ciumannya dari Rin. Kini
darah Rin menciprati wajah dan tubuhnya. Kaito melihat Rin yang tengah sekarat
dengan pedang menancap dijantungnya.
“Ka-ka-kaito… ke-kenapa?” Rin tampak begitu
terkejut.
CROOOT!!!
Kaito mencabut pedang yang menancap di
jantung Rin. Kaito menepuk-nepukan
pedang punggung pedang itu dibahunya. Ia berjongkok disebelah Rin, ia
meletakkan pedangnya dan ia menyangga kepalanya dengan kedua tangannya yang
berlumuran darah.
“Kenapa ya… Hmmm, mungkin karena kau
terlalu dekat dengan senpai-ku… dan
kau selalu mengatakan hal yang tidak perlu padanya.”
Rin tampak kesal mendengar jawaban Kaito.
Iapun meludah tepat diwajah Kaito. Kaitopun hanya tersenyum. Ia segera bangkit
dan mengangkat pedangnya.
“Kepalamu harus dibersihkan Rin… tangan dan
kakimu, kurasa kau tidak membutuhkanya..”
Kaito mulai mengayunkan pedangnya tepat
membelah dahi Rin dari kanan ke kiri. Rin langsung tewas seketika. Otak Rin
juga ikut terpotong. Cairan otaknya membanjiri lantai kamar Luka. Sebagian
besar otak Rin masih menempel didalam tengkorak Rin.
“kau tidak membutuhkan ini Rin..”
Kaito mulai mencungkil otak Rin dengan
menggunakan pedangnya. Setelah ia berhasil mengosongkan kepala Rin , ia
mencincang-cincang otak Rin sambil tertawa senang. Sekarang ia melihat kedua
tangan Rin yang terlentang, Ia ingat kalau Rin sering memeluk Gakupo dengan kedua
tangan itu.
“Kau juga tidak butuh ini Rin…”
Kaito mengayunkan pedangnya sekali lagi dan
lagi. Hingga ia berhasil melepaskan kedua tangan Rin dari tubuhnya. Kaito juga
memutuskan kedua kaki Rin. Kini darah semakin banyak menggenangi lantai kamar
itu.
“Kenapa kau melotot kearahku, Rin…” Kedua
bola mata Rin ditusuknya dengan pedang.
Kedua bola mata itu bahkan menancap di
pedang itu. Kaito menggigiti kedua bola mata itu. Ia bahkan telah memakan
separuh bola mata Rin. Kaito langsung melepaskan dua bola mata itu dari
pedangnya. Kaito mulai memikirkan sesuatu yang lain. Ia tersenyum lagi, lalu ia
mulai berdiri disebelah kepala Rin. Dengan wajah tersenyum ia menyaunkan
pedangnya tepat di mulut Rin.
Kepala Rin terputus dengan sempurna
dirahangnya. Ia menaruh kepala Rin dilantai, lalu ia mengambil sebuah sekop
kecil yang ia sembunyikan dikamar itu. Ia mulai mengeruk darah Rin yang
menggenang dilantai dan memasukkannya dirogga tengkorak yang telah ia kosongi
tadi.
DRRR!!!
DRRR!!! DRRR!!!
Handphone Rin bergetar. Kaito melihat
sebuah pesan masuk ke handphone Rin. Ia langsung tersenyum senang.
“Kau
adalah pengganggu terbesar… sekarang giliranmu…” batin Kaito.
Kaito mulai mengetik sesuatu lalu ia
membalas pesan itu. Setelah ia membalas pesan itu ia memasukkan handphone Rin
kedalam kepala Rin yang berisikan darah lalu menutupnya dengan tempurung kepala
Rin.
Kaito berjalan menuju lemari di kamar Luka.
Ia membuka lemari itu dan menarik sebuah tali dipojok lemari itu. Disana ada
sebuah tempat rahasia. Ia menyembunyikan sebuah pistol dan peredam suara
disana. Kaito segera merakit pistol itu. Ia juga mengeluarkan sebuah kapak dari
tempat rahasia tersebut.
“Sayonara… Rin..”
Kaito keluar dari kamar Luka. Ia berjalan
menuju ruangan lain. Ia yakin, orang itu pasti akan langsung menemuinya
diruangan itu.
“Len,
bisa kau menolongku. Aku tunggu dikamar.” Len membaca balasan dari Rin.
Ia menoleh kearah kekasihnya Gakupo. Ia
langsung mengecup bibir Gakupo. Sambil tersenyum ia keluar dari kolam pemandian
air panas itu. Gakupo menahan tangan Len, ia tidak mau Len meninggalkannya. Ia
sudah merasakan hal yang tidak enak sejak datang ke villa ini.
“Rin memanggilku. Dia bisa marah jika aku
tidak datang…”
“Kalau begitu aku akan menemanimu, my sweety…”
Len hanya menggeleng. Ia tidak mau Gakupo
ikut dengannya. Len tau benar bagaimana Rin, Rin paling tidak suka jika orang
lain masuk kamarnya.
“Tenang saja, aku pasti kembali kok..” Len
tersenyum.
“Ba-bagaimana jika tidak??” Gakupo tampak
sangat ketakutan.
“Kau boleh menyusulku jika aku tidak
kembali dalam waktu setengah jam…”
“Ba-baiklah…”
Len segera menggunakan pakaiannya. Ia
melambaikan tangannya pada Gakupo. Gakupo pun hanya bisa membiarkan Len
meninggalkannya. Saat Len keluar dari tempat pemandian air panas. Ia hanya
melihat ruangan gelap tanpa batasan. Ia menggunakan handphonenya untuk
menerangi jalannya.
“Rin…” Len seraya menaiki tangga.
Ia menoleh kesana kemari, tapi yang ia
lihat hanyalah kegelapan tak berujung. Len mulai berjalan menuju kamarnya, tapi
len merasakan sesuatu yang basah dikakinya. Ia mengangkat kakinya dan
meneranginya dengan menggunakan handphonenya.
“Da-darah!!”
piker Len.
Kini Len merasa ketakutan. Len hendak
berbalik dan berlari kembali ke tempat Gakupo.
DEG!!
“Urgh.. ohok.. ohoaa..” Darah menyembur
dari mulut Len.
Len merasakan sesuatu yang panas menembus
perutnya. Ia menyentuh perutnya. Sebuah cairan kental mengalir dari perutnya.
Tangannya kini dipenuhi dengan darah.
“Si-siapa disana?!” teriak Len.
“Urgh… Argh… Uargh!!!”
Lagi-lagi Len merasakan sesuatu yang panas
menembus tubuhnya. Seseornag tengah menembakinya dari kegelapan. Len
berputar-putar mencari orang yang telah menembaknya. Tiba-tiba ia berhenti
berputar, sebuah kapak yang besar dan tajam tengah berada tepat dilehernya.
“Kau masih ingin tau siapa aku?” Kaito berbisik
pelan ditelinga Len.
“Ka-kaito!!”
Kaito menyeringai. Len langsung menelan
ludahnya. Ia tidak menyangka Kaito tega menembakinya bahkan mengancamnya dengan
menggunakan kapak seperti itu.
“Aku akan menunjukan sesuatu padamu…” Kaito
berbisik ditelinga Len.
Kaito menuntun Len menuju kamarnya. Kaito
lalu menyalakan lampu malam kamarnya. Len terkejut melihat Luka, dengan isi
perutnya telah dikeluarkan dan dirobek-robek tengah terbaring dikasur Kaito.
Perut Len terasa dikocok. Ia ngin
memuntahkan semua yang ada diperutnya. Namun Kaito mencengkram lehernya dan
masih menempelkan kapaknya pada leher Len. Sesekali Kaito sengaja menggoreskan
kapaknya ke leher Len hingga ia terluka.
“kau tau, kenapa Luka-san bisa seperti
itu??”
“Ti-tidak…” Len menjawab sambil gemetaran.
“Karena dia telah berani memukul senpai-ku yang tercinta…”
Kaito menarik Len mendekati Luka. Lalu ia
mengambil pisau dilacinya. Kaiti mendekatkan pisau itu ke wajah Luka.
“Lihatlah Len…. Bahkan ia masih memasang
tampang innocentnya walau sudah seperti…
INI!!” Kaito menusuk-nusuk dada Luka.
“Huuueeekk!!! Huuueekk!!!”
Len membungkuk sambil muntah-muntah. Kaito
semakin senang melihat Len seperti itu. Kaito memasukan pisau itu kedalam
sakunya. Ia mulai menarik Len keluar dari kamarnya dan menariknya menuju kamar
Luka.
Kaito mendorong Len masuk ke dalam kamar
Luka hingga ia terjatuh. Len terjatuh tepat didepan penggalan kepala Rin.
“HUUUAAA!!!” Len bergerak mundur.
Sesaat, ia merasa ia telah menyentuh sebuah
tangan. Saat ia mengangkat tangan itu, ia sadar kalau itu adalah potongan
tangan. Spontan Len melempar tangan itu menjauh darinya.
JLEGER!!!
JLEGER!!!
Sebuah petir menyambar diluar villa.
Sekilas Len melihat dengan jelas sebuah kepala. Ia yakin itu kepala.
“Itu kepala Rin…” Bisik Kaito.
Len menggeleng tidak percaya. Ia mendekap
mulutnya dengan kedua tangannya. Ia menatap kepala itu, ya Kaito memang benar.
Itu adalah kepala Rin. Len melihat kedua mata Rin kosong, darah mengalir dari
rongga mata dan hidungnya. Len semakin mual melihat mayat saudaranya.
“A-apa yang kau inginkan, Kaito?!” Air mata
mengalir dari kedua mata Len.
Len sendiri sebenarnya sedang menahan rasa
sakit yang dirasakannya. Bekas tembakan Kaito benar-benar telah melukainya.
“Aku hanya menginginkan senpai-ku kembali…”
Kaito menatap tajam Len. Len gemetaran, ia
sangat ketakutan melihat wajah Kaito yang tampak begitu menyeramkan. Len
mendorong jatuh Kaito. Len berusaha keluar dari kamar Luka, tapi sayang. Saat
Len berhasil keluar dari kamar Luka, Kapak milik Kaito telah dilempar dan mengenai
Len tepat ditangan kirinya. Tangan kiri Len terputus karena serangan kapak itu.
“AAAAAAA!!!!”
Kaito langsung berdiri dan mendekati Len.
Len memegangi bahu kirinya. Ia tidak pernah membayangkan jika tangan terpotong
akan sesakit itu. Len terus-terusan merintih kesakitan. Kaito sudah bosan
melihat ekspresi wajah Len yang seperti itu. Kaito langsung menembakan sebuah
peluru tepat ke kepala Len.
“kau itu berisik!”
JLEGER!!
JLEGER!! JLEGER!!!
Kaito menatap keluar jendela. Ia melihat
hujan mulai turun. Semakin lama semakin deras. Ia menatap kosong kearah mayat
Len. Ia mengagkat kapaknya, lalu ia mulai memotong pinggang Len. Semua isi
perut Len langsung berceceran. Setelah itu ia mengayunkan kapaknya lagi ke
tangan dan kaki-kaki Len. Ia membelah Len seakan ia membelah kayu bakar.
“Dan yang terakhir.. akan kujadikan kau
teru-teru bouzu..” Kaito memenggal kepala Len.
Kemudian ia mengambil tali dan selimut dari
kamar Luka. Kaito membuat sebuah teru-teru bouzu menggunakan kepala Len. Lalu
ia menggantungnya didekat jendela. Diapun tersenyum senang.
“Senpai…
sekarang kau akan menyadariku-kan…”
Kaito menggoyang-goyangkan kepalanya
kekanan dan kekiri sambil bersiul.
“Saatnya membuat sebuah kurungan…” Kaito
melompat-lompat sambil bersiul.
Ia berjalan menuju kamar rahasianya dan
mulai mengambil beberapa barang dari sana.
Sudah lebih dari 30 menit sejak Len
meninggalkan Gakupo. Gakupo pun merasa cemas. Ia mulai menggunakan pakaiannya
dan keluar dari tempat pemandian air panas itu. Gakupo hanya menggunakan kaos
putihnya berserta celana jins hitam panjang. Rambut Gakupo dibiarkan terurai
karena masih basah.
Gakupo terkejut mendapati villa Kaito
tampak begitu gelap. Ia mengira telah terjadi pemadaman divilla itu.
“Len!! Rin!! Kaito!! Nee-chan!!” Gakupo
berteriak.
Namun tidak ada satupun dari mereka yang
menjawab panggilan Gakupo. Gakupo merasa semakin cemas. Ia berjalan sambil
meraba-raba dinding disekitarnya. Ia mencoba mencari tangga menuju lantai 2.
Setelah menemukan tangga itu, Gakupo
segera menaikinya.
“Kaito!! Len!! Rin!! Nee-chan!!” Gakupo berteriak
sekali lagi.
Tiba-tiba kedua mata Gakupo tertuju pada
sebuah kamar. Dari kamar itu terlihat sebuah cahaya ungu tua yang vegitu
terang, Gakupo pun berjalan mendekati kamar itu.
Kedua mata Gakupo terbelalak, ia tidak
percaya dengan apa yang dilihatnya. Kamar itu dipenuhi dengan foto-fotonya.
Semuanya, bahkan langit-langit dan juga lantainya dipenuhi dengan foto-fotonya.
Dan ada sebuah foto yang paling besar di
dekat sebuah meja. Ia mendekati meja itu. Lampu-lampu berwarna ungu menghiasi
meja itu.
“I-ini….” Gakupo tergagap.
“Kamui-san… bukankah sudah kubilang untuk
tidak masuk kesini??”
Gakupo menoleh kearah suara itu. Ia
mendapati Kaito yang berlumuran darah tengah berjalan mendekatinya. Semakin
Kaito mendekatinya, Gakupo semakin menjauh darinya.
“Kenapa, Kamui-san? Kau terkejut?”
“A-apa-apaan ini, Kaito! Dan kenapa kau
berlumuran darah seperti itu?!”
Gakupo sedikit gemetaran. Kini ia sudah
berdiri didekat pintu sedangkan Kaito masih menata mejanya. Kaito mengeluarkan
sebuah pistol dari sakunya. Ia mencoba ngelaihkan perhatian Gakupo untuk
sementara.
“Kau bertanya untuk apa? Jangan buat aku
marah, Senpai…”
DOR!!!
DOR!!!
Kaito menembak Gakupo sebanyak 2 kali tepat
diperut kanan Gakupo dan lengan kanan Gakupo. Kaito tampak begitu senang, ia
tesenyum bahagia dikejauhan. Gakupopun segera keluar dari kamar itu.
“Kau
tidak bisa keluar dari kurungan yang kubuat ini, Gakupo-senpai” pikir
Kaito.
Gakupo keluar dari kamar itu. Ia menahan
pintu kamat itu dengan duduk bersandar dipintu kamar itu.
JLEGER!!!
JLEGER!!
Gakupo melihat sebuah bayangan besar
setelah ada kilatan cahaya tadi.
“Te-teru-teru
bouzu??”
Gakupo menoleh. Ia melihat sesuatu yang
tidak asing baginya. Ia langsung berdiri dan mendekati benda yang mirip dengan
teru-teru bouzu yang terhantung dijendela. Semakin ia mendekatin benda itu, air
mata Gakupo semakin deras mengalir. ia sudah dekat dengan benda itu.
JLEGER!!!
JLEGER!!!
Gakupo terkejut mendapati potongan tubuh
manusia dengan isi perut yang berserakan dilantai. Saat ia menatap teru-teru
bouzu itu, ia mendapati kepala orang yang sangat dicintainya tergantung disana.
“Le-Len…” Gakupo menyentuh pipi kepala Len
yang tidak bernyawa itu.
Hati Gakupo terasa teriris-iris. Kepalanya
terasa pusing, Gakupo juga merasakan seseuatu mengalir dari kamar Luka. Sambil
menelan ludah Gakupo membuka kamar Luka. Ia merasa mual setelah melihat mayat
Rin yang tidak kalah berantakannya dari mayat Len. Gakupo mendekap erat
mulutnya.
“Bagaimana
senpai, hasil karyaku…” Kaito berbisik tepat dibelakang Gakupo.
JLEEEB!!!
Kaito menusuk kaki kanan Gakupo cukup dalam
dengan pisaunya hingga pisau itu menancap dikaki Gakupo. Gakupo menoleh kearah
Kaito, lalu ia mendorong tubuh Kaito menjauh darinya. Ia tidak bisa menatap
wajah Kaito. Ia berlari meninggalkan Kaito yang tersenyum sambil menjilati
darah yang ada ditangannya.
Saat Gakupo berlari melewati kamar Kaito,
ia melihat sosok yang seperti kakaknya dengan isi perut sudah berserakan. Ia
ingin berhenti tapi Kaito masih meliriknya sambil menjilati tangannya yang
penuh dengan darah.
Gakupo terus berlari menuruni tangga. Banyak
darah keluar dari tangan, perut dan kakinya. Saat ia menoleh kesekelilingnya ia
mendapati kegelapan tanpa batas disana.
“Apa-apaan ini!!” Gakupo berusaha berjalan
sambil meraba-raba sekitarnya.
“Hosh… Hosh.. Hosh…”
Gakupo sudah sangat kelelahan. Ia tidak
sanggup lagi berlari ataupun bergerak. Gakupo menyeret kaki kanannya sambil
menekan luka-lukanya yang lain.
“Haah.. haa.. ini gawat… aku sudah tidak
bisa menahannya lagi..”
Gakupo
menoleh kekanan dan kekiri. Ia mencari sebuah tempat untuk bersembunyi.
“Kuso!!
Ternyata villa ini lebih menyeramkan dari yang kuduga! Dimana aku harus
sembunyi??”
DEG!
Gakupo menghentikan langkah kakinya.
Perasaannya bercampur aduk. Ia merasa mendengar sesuatu dari kegelapan
dibelakangnya. Ia tidak mau menoleh, ia tampak panic mencari sebuah tempat
untuk bersembunyi.
TAP… TAP… TAP... TAP…
Suara langkah kaki itu semakin
mendekatinya. Gakupo mempercepat langkah kakinya. Ia berjalan menuju dapur
divilla itu. Ia menemukan sebuah lemari tidak jauh darinya. Tanpa pikir panjang
ia langsung masuk kedalam lemari itu dan bersembunyi didalamnya.
“Di-dia
tidak akan menemukanku disini…” batin Gakupo.
Ia mengintip dari celah pintu lemari yang
ia jadikan tempat persembunyian. Nafas Gakupo tersengal, detak jantungnya
berdebar lebih kencang. Darah dari lukanya tidak berhenti sama sekali. Gakupo
berusaha mecabut pisau yang menancap dikakinya.
“Ke-kenapa
bisa begini!! Apa yang sebenarnya
terjadi?!” sesekali Gakupo mengintip pada celah pintu lemari.
TAP… TAP… TAP... TAP…
“Di-dia
semakin dekat…” batin laki-laki itu.
Suara langkah kaki itu tiba-tiba
menghilang. Gakupo pun masih mengintip di celah pintu lemari. Diluar sangatlah
gelap, dia bahkan hanya bisa melihat kegelapan tak berbatas disana. Tiba-tiba…
CROOOT!!!
“AAAARRRRGGGHHHH!!!” Gakupo berteriak dari
dalam lemari.
Ia menjauh dari celah pintu lemari
tempatnya bersembunyi. Mata kanannya mengeluarkan banyak darah. Seseorang telah
menusuk matanya itu.
“Say, Gakupo-Senpai..
apa sekarang kau menyadari ku?” terdengar suara dari luar lemari.
Kaito berdiri didepan lemari tempat Gakupo
bersembunyi. Ia tengah menjilati sebuah pisau yang penuh dengan darah. Bajunya
dipenuhi dengan bercak darah, begitu pula wajahnya. Kaito juga menjilati
tangannya yang penuh darah.
Kaito mulai membuka pintu lemari. Disana ia
mendapati senpainya tengah merintih
kesakitan sambil memegangi mata kanannya yang ditusuk. Kaito mulai mendekati senpainya.
“Gakupo-Senpai,
kau baik-baik saja?” Kaito memulai menyentuh pipi senpainya.
PLAAK!!
“Jangan sentuh aku! Apa yang sebenarnya kau
inginkan, Kaito!” bentak Gakupo.
“I
want You to notice Me, senpai…” Kaito tersenyum.
Senyumannya itu begitu menakutkan. Gakupo
ingin sekali berlari tapi dia sudah tersudutkan dilemari itu. Kaito tersenyum
senang. Kini ia bisa menyentuh Gakupo sepuasnya.
“Gakupo-senpai… kau terluka ya…”
Kaito menjilati darah yang mengalir dipipi
Gakupo. Gakupo sendiri sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena Kaito
mengarahkan sebuah belati dilehernya.
“Kaito, kenapa kau membunuh mereka semua??”
“Karena mereka menyebalkan … Kakakmu
memukulimu, Rin selalu meracuni otakmu, dan Len telah merebutmu dariku… aku
pikir mereka pantas mati kok..”
Gakupo terkejut mendengar jawaban dari
Kaito. Ia melihat tatapan yang berbeda dimata Kaito. Tatapan itu bukanlah
tatapan Kaito yang dikenalnya.
“Ke-kenapa kau melakukan ini?”
“Karena aku mencintaimu, Gakupo-senpai…”
Kaito mulai menyingkirkan tangannya dari
leher Gakupo. Dengan satu mata terbuka, Gakupo bisa melihat wajah Kaito yang
menangis. Wajahnya yang penuh darah tampak memerah karena malu. Air mata Kaito
menghapus sedikit darah yang menempel diwajahnya.
DEG!!!
Tangan Gakupo menyentuh sesuatu. Ia
merasakan sesuatu yang dingin dan tajam disebelah kanannya.
“Jangan-jangan
ini…” Batin Gakupo.
“Aku selalu menyukaimu. Bahkan sejak
pertama kali kita bertemu, kau sudah memikat hatiku senpai.. hiks.. hiks.. hiks…”
Gakupo mulai menggenggam gagang benda tajam
itu. Ia mencengkram kuat benda itu. Ia menunggu saat Kaito lengah, baru ia akan
menusukannya.
“Tapi kau malah tertarik dengan orang lain!
Itu membuatku marah! Belum lagi saat seseorang menyakitimu, rasanya dirikulah
yang tersakiti..”
Gakupo membelai pipi Kaito dengan tangan
kirinya. Ia mencoba menenangkan Kaito.
“Tapi dengan melakukan hal seperti ini
bukankah kau malah melukaiku dan melukai dirimu sendiri?”
Air mata Kaito mengalir semakin deras. Ia
mencoba untuk mengusak matanya yang berair.
“Ini
saatnya…” pikir Gakupo.
Gakupo segera mengeluarkan pisau besar nan
tajam yang ia pegang ditangan kanannya. Ia lalu menusukan pisau itu tepat ke
jantung Kaito.
JLEEEEB!!!
“Argh!!!” Rintih Kaito.
Darah keluar dari dada dan mulut Kaito.
Darah Kaito menyiprat ke wajah Gakupo.
“Maafkan aku Kaito. Tapi kau sudah
keterlaluan..”
JLEEEEB!!!
“AAAArrrggghh!!!”
Gakupo menatap dadanya. Tangan Kaito yang
tengan memegang pisau kini terhunus dijantung Gakupo. Gakupo terkejut melihat
hal itu.
“Ti-tidak usah… minta maaf, Gakupo-Senpai… Aku tahu kau akan
melakukan itu… dengan begini kita akan bersama selamanya…”
Kaito terjatuh diatas dada Gakupo. Gakupo
mulai kehilangan kesadarannya. Jantungnya tertusuk, ia tidak bisa bernafas.
Kepalanya berputar-putar, ia sudah tidak sanggup lagi mempertahankan
kesadarannya.
“Kaito…
Sialan kau!!!”
Gakupo pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Tiit…
tiit… tiiit… tiit…
BOOOOOMMM!!!!!
Villa itu meledak. Apinya mulai memakan
seisi villa itu. Villa itu terbakar hebat, ia menyala terang ditengah derasnya
hujan.
Seninnya, semua
anggota OSIS dihebohkan dengan ditemukannya sebuah foto di ruang rapat OSIS.
“Ada apa ini?!”
guru pembimbing OSIS menghentikan keributan diruang OSIS.
“Ano, sensei…”
Seorang siswa
menyerahkan selembar foto pada guru pembimbing OSIS tersebut.
“Astaga!
Apa-apaan ini?!”
Dalam foto itu
terdapat gambar Luka, Rin, Kaito, Gakupo dan Len tengah tertawa bersama.
Gambar-gambar didalam foto itu telah dicoret-coret dengan tinta merah.
“Sensei, baca baliknya..” salah seorang
siswa menunjuk belakang foto itu.
“ ‘R.I.P. July, 27th 2014’
Anak-anak apa maksudnya ini?”
Semua orang
hanya menggeleng tidak mengerti apa maksud dari foto itu. Yang jelas foto itu
tampak begitu mengerikan dengan coretan bagaikan dalam serial pembunuhan sadis.
FIN
Yay… Gimana
menurut kalian??
Jangan Lupa Review ya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar