A Way to Find
Pieces of Your Heart
Pieces of Your Heart
By. Yoshikuni
Yumi
Main Cast :
Author as Park Ri Rin
Oh SeHun as Lee Song Yoon
Author as Park Ri Rin
Oh SeHun as Lee Song Yoon
Seo Joo Hyun as Kim Seohyun
Sebenernya ini bukan FF.. Ini Cuma cerita biasa yang mau aku ikutin lomba.. cuma karna uda kelewat deathline jadinya aku ubah jadi ff deh.. HAPPY READING ALL.. ^^
Ri Rin's POV
Seperti biasa, aku bangun sangat
pagi. Langit masih gelap, bintang-bintang masih tampak berkerlipan diangkasa.
Fajar belum menyingsingkan sinarnya. Aku sudah bersiap sekolah. Rok panjang
selutut dengan baju lengan panjang tak lupa dasi merah tergantung dileherku.
Kupandangi diriku dicermin. Kulitku tampak semakin pucat dibawah sinar lampu
kamarku, Rambut panjangku yang kemerahan selalu yang kukepang dua, kacamata
minus menggantung dihidungku, oh jangan lupakan gigiku yang berkawat. Terkadang hal ini membuatku sebal.
Siapapun pasti mengenaliku Park Ri
Rin, gadis kelas 2 SMA Kyeongbuk yang
tidak cantik dan tidak memiliki kemampuan dibidang apapun kecuali memasak,
melukis dan bernyanyi. Namun tak ada yang mengetahui kenyataan bahwa aku ini anak
dari pasangan dokter gigi ternama dan seorang desainer terkenal, Park Nam Soo
dan Park Hyeo Yeon. Walau ayahku sering memaksaku untuk melepas kawat gigiku, aku
tak mau melepaskannya. Ibuku seorang desainer, aku bahkan tak mengizinkannya
untuk merubah penampilanku. Apa itu wajar? Tentu saja tidak! Mungkin orang
menganggapku gila. Bukankah seorang gadis remaja biasanya ingin tampik cantik?
Aku berjalan menuju dapur, aku
memasak sarapan untuk kami semua. Untuk aku, Ibu dan Ayah. Ibu dan ayah masih
tidur dikamarnya. Mereka pasti sangat lelah, mereka selalu pulang larut karna
pekerjaan mereka. Setelah aku selesai memasak dan menatanya dimeja makan aku
berangkat. Aku berangkat jalan kaki. Walaupun ada supir yang siap mengantarku
kemana saja aku mau, aku tetap memilih berjalan kaki karna Aku tak terlalu suka
kendaraan bermotor. Lagian aku bisa menikmati udara segar disepanjang jalan,
daripada harus menaiki mobil. Itu hanya akan menambah polusi saja.
Aku sampai disekolah tepat 15 menit
sebelum bel berbunyi. Aku berjalan menuju lokerku. Kudapati bebuah bingkisan
aneh berwarna biru kehijauan. Kuambil bingkisan itu lalu kumasukan kedalam saku
rokku. Setelah menutup lokerku aku berjalan menuju kelas, aku berjalan seorang
diri. Tentu saja! Takkan ada seorangpun yang mau berjalan dengan gadis sejelek
aku. Aku dapat mendengar suara bising dari kelasku, kubuka pintu kelas. Kelas
sudah sangat ramai. Beberapa anak bergerombol dipojok kelas.
Ada seorang anak yang menarik
perhatianku sejak dulu. Lee, Lee Song Yoon, dia adalah anak paling popular
disekolah kami. Dia jago bermain basket, dia juga selalu juara kelas. Ia
memiliki wajah yang sangat tampan. Semua orang selalu memanggilnya Prince. Ya, Prince sangat cocok untuk menggabarkan sosoknya. Kulit putih, badan
tinggi dan tegap, rambut pirangnya, ditambah tiga buah tindik hitam yang
menghiasi telinga kirinya. Dia tampak begitu keren. Bahkan banyak gadis
berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Jujur saja aku juga sangat menyukainya,
tapi mau bagaimana lagi? Aku menyadari bahwa aku ini jelek dan tak pantas
bersanding dengannya.
Aku berjalan keujung kelas dekat
dengan gerombolan itu. “Rin! Kau sudah mengerjakan PR Matematika?” Salah
seorang gadis dikelasku mendekatiku. Aku hanya membuka tasku lalu kusodorkan
buku matematikaku. “Thanks Rin.” Gadis itu menatapku dengan tatapan merendahkan
lalu berlari kearah teman-temannya. Aku sudah sangat sering mendapat perlakuan
seperti itu. Hanya dimanfaatkan oleh gadis lain yang lebih cantik daripada aku,
aku bahkan hanya bisa menyerahkan pekerjaanku dengan mudahnya pada mereka.
Mereka memang cantik, tapi mereka lebih bodoh dari pada aku. Mereka hanya
memikirkan uang, pria dan kecantikan. Aku bisa membaca pikiran orang lain.
Itulah sebabnya aku bisa mengetahui apa yang mereka pikirkan.
“Pagi Rin?” Suara indah ini, aku langsung
menoleh kearah suara itu. “Pri.. Prince?” Aku tergagap. Entah kenapa aku tak
bisa berbicara normal saat berada didekatnya. “Ah, kenapa semua gadis di
sekolah ini memanggilku seperti itu” Ia tampak sedikit frustasi. “Pri..” belum
sempat aku berbicara ia sudah menyelaku. “Panggil saja aku Lee. Jangan panggil
aku Prince atau apalah itu” Ia mengedipkan mata padaku. Aku mengangguk pelan,
wajahku terasa panas. Tentu saja karna Lee, cowok terpopuler disekolah ini
menyapaku dan mengajakku berbicara.
“Ngomong-ngomong kau jalan kaki
lagi hari ini?” Lee menarik bangku didepan mejaku lalu duduk dihadapanku. Aku
hanya bisa mengangguk pelan. Aku merasakan tangan hangat menyentuh keningku,
aku mendongkak. Itu tangan Lee! “Rin? Kau demam? Kenapa wajahmu merah sekali?” Jantungku
berdebar kencang. Wajahku semakin memanas. Aku dapat melihat wajah Lee yang
tampak mengkhawatirkanku. Aku langsung menjauhkan diriku dari Lee lalu aku berdiri.
Aku berlari keluar kelas meninggalkannya terpaku disana. Aku tak tau apa yang
ia pikirkan, dia satu-satunya orang yang tidak bisa kubaca pikirannya. Yang aku
yakin dia menganggapku aneh.
Aku berlari menuju atap sekolahan. Di
tempat ini aku biasa menghabisakan waktuku sendirian. Aku bisa merasakan
debaran jantung ini meningkat. Kupegangi kedua pipiku. Aku teringat Lee yang
menyentuh dahiku tadi. “Aaaaa!!!” Aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku tak
yakin akan ada yang mendengarku berteriak tadi. Walaupun ada aku juga tak akan
peduli. Yang kutau aku ingin berteriak sekeras mungkin untuk menenagkan hatiku.
DEG! Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya seperti ada orang yang
mengawasiku. Aku berusaha mencari orang itu. Aku menoleh melihat sekeliling
tapi aku tak mendapati siapapun diisini. Hanya aku seorang diri. Perasaan
berdebar-debar karna Lee sudah terganti dengan perasaan waspada. Aku memutuskan
untuk kembali ke kelas, aku takut guruku sudah ada di kelas. Kubenahi
kacamataku, aku segera berjalan kembali menuju kelas. Aku benar-benar merasa
ada yang mengawasiku saat ini.
Saat aku tiba dikelas, tak ada
satupun yang duduk dibangku mereka. Mereka duduk bergerombol bersama gang-gang
mereka masing-masing. Saat kulihat papan tulis kelasku ternyata hari ini Pak
Shin tidak masuk, ia meninggalkan tugas untuk kami. “Hah..” Aku menghela nafas.
Aku segera kembali ke bangkuku, kuambil buku fisikaku dan aku segera
mengerjakan tugas itu. Toh tugas itu tidak terlalu banyak dan soal-soal itu
sangat mudah dimengerti.
Tiba-tiba aku mendengar seseorang
mendorong mejanya didekat mejaku. Kuhentikan kerjaanku dan aku merasa semua
orang di ruang kelas ini memandang kearah suara meja tadi. Aku menoleh ke meja
disamping kananku, Aku sangat terkejut mendapati siapa orang yang ada di
sebelahku. “Hai?” Lee tersenyum padaku “Boleh aku ikut bergabung? Aku sama sekali
tak mengerti soal-soal ini.” Kali ini ia tertawa, ia tampak sangat keren! Semua
anak gadis dikelasku tampak terkejut dan kesal “Prince, untuk apa kau mendekati
Bebek jelek seperti dia?” semua gadis di kelasku mendekati Lee, dan sebadian
dari mereka berusaha menari lengan Lee untuk menjauh dariku. “Maaf nona-nona.
Tapi aku ingin belajar, dan jujur saja aku tak mengerti soal bagian ini. Jika
kalian mau kalian gabung saja dengan kami?” Lee melepaskan pegangan gadis-gadis
itu. Gadis-gadis itu tampak kesal lalu meninggalkan kamu berdua.
“Wow, Lee. Kau belajar?” Kali ini
anak laki-laki di kelasku yang mengelilingi aku dan Lee, Lee menanggapi mereka.
Mereka semua bahkan bercanda didekatku. Aku berusaha mengacuhkan mereka. Aku
tetap mengerjakan soal-soal dari Pak Shin. “Hei, Rin! Bagaimana caranya
mengerjakan soal ini?” Lee menyiku lenganku perlahan. Aku menoleh kearahnya,
kudapati wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Jantungku mulai berdebar tak
karuan. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang. “Ya.. yang.. mana??” Aku bicara tergagap.
Ia hanya tertawa kecil “Yang ini loh” Ia menunjukan soal yang ia tidak
mengerti, aku berusaha menjelaskan padanya perlahan dengan menggunakan cara
yang paling mudah. “Wow, Rin! Gampang banget!” Ia tertawa, aku sangat senang
melihatnya tertawa.
“Eh, Lee. Apanya yang gampang?”
semua anak laki-laki yang sejak tadi bergerombol kini melihat kearah pekerjaan
Lee. “Ha? Gampang banget? Rin! Ajari aku yang ini!” Mereka semua mulai bertanya
padaku satu persatu. Baru kali ini mereka mengajakku berbicara. Aku mulai
mengajari mereka satu per satu. Mereka semua tertawa dan berterimakasih padaku.
Aku menoleh kearah Lee, ia tersenyum padaku dan aku hanya bisa tertawa padanya.
DUK!! Aku terkejut, Lee tak sengaja menendang kaki mejanya. Aku dapat melihat
jelas wajahnya merona, ia juga menggaruk-garuk kepalanya. Melihatnya salah
tingkah seperti itu membuat wajahku memerah.
Bel tanda pelajaran telah berakhir.
Semua anak laki-laki di kelasku berlarian dan beberapa menarik Lee, mengajaknya
untuk ganti baju olah raga untuk pelajaran berikutnya. Saat semua anak
laki-laki keluar, semua anak gadis dikelasku mendekatiku. BRAK!! Salah satu
dari mereka memukul mejaku, aku terkejut dan mendongkak. Gadis itu adalah Kim
Seohyun, gadis yang selalu mengaku sebagai kekasih Lee. “Hei kau Bebek Jelek!
Beraninya kau mendekati Lee-ku!” Aku hanya menatap kedua matanya. Aku sudah tau
apa yang ia pikirkan. Ia sangat cemburu padaku. “Maafkan aku, Seohyun. Tapi,
aku sama sekali tak mendekatinya.” Aku mengacuhkannya, kukeluarkan baju
olahragaku , tiba-tiba seorang dari mereka mendorongku. “Lalu apa yang tadi kau
lakukan dasar Bebek!” Aku sudah kehabisan kesabaran. “Aku tau aku tidaklah
secantik kalian! Tapi hentikan semua ini! Aku sudah lelah menghadapi hinaan
dari kalian!” Aku mendorong mereka menjauh dariku, lalu aku berlari
meninggalkan mereka semua.
Aku berlari menuju atap. “Lagi-lagi
aku kesini.” Aku menghela nafas panjang, aku merasa sangat lelah. Kukeluarkan bingkisan
aneh tadi. Kubuka bingkisan itu perlahan, kudapati sebuah penjepit rambut
berbentuk setangkai bunga sakura berwarna biru kehijauan. Dibungkus bingkisan
itu terdapat tulisan “Untukmu, Rin. Aku
tak tau apakah kau suka. Tapi, warna penjepit ini kupilih seperti warna asli
matamu yang sangat indah. Dari Prince” Mataku terbelalak. “Prince? Aku tak salah baca kan? Prince kan Lee, mungkinkah Lee.. Tunggu
dulu, bangaimana bisa dia tau wqarna asli mataku? Bukankah selama ini aku
selalu menggunakan contact lens warna coklat seperti warna mata orang pada
umumnya?” Aku bicara sendiri.
Angin berhembus perlahan, aku
menatap langit. Banyak hal terjadi hari ini, hari ini aku melewatkan pelajaran
olahraga. Aku sendirian diatap, aku yakin saat ini semua sedang berkumpul di
ruang olahraga. “Lee..” gumanku, kupejamkan kedua mataku. Hari ini aku merasa
sangat lelah, “Apa yang kau pikirkan tentangku, Lee?” hembusan angin yang
menyejukkan membuatku merasa mengantuk. Aku terlelap. Aku bahkan tak tau bahwa
seseorang sedang melangkah mendekatiku. Entah mengapa aku merasa sangat nyaman
saat ini.
Saat kubuka kedua mataku, kudapati langit
berwarna orange. Aku merasa ada seseorang disebelahku. Mataku terbelalak
mendapati Lee, Song Yoon Lee, tertidur disebelahku, pantas saja aku merasa
nyaman sedari tadi ternyata Lee tidur disebelahku. Ia bahkan masih mengenakan
kaos olahraganya, wajahnya tampak begitu damai seperti anak kecil.
“Apa yang kau pikirkan tentangku,
Lee?” Kusibak rambut Lee yang menutupi wajahnya, tiba-tiba tangan Lee
menggenggam tanganku. Aku terkejut, aku berusaha melepaskan genggaman Lee tapi
kini kedua tangannya telah menggenggam erat tanganku seakan tak ingin aku pergi
lagi. “Kau ingin tau?” Aku melihat sebuah keseriusan dimatanya, Ia mengecup
kedua tanganku. Wajahku memanas “Le.. Lee.. kumo.. hon. Lepas.. kan aku..” Aku
berusaha menarik kedua tanganku. Aku ingin berlari dari sini, berlari sejauh
mungkin. Aku tak ingin Lee melihat wajahku saat ini. “Tidak akan pernah! Sampai
kau mau mendengarkanku!” Ia menarik kedua tanganku mendekatinya, hal itu
membuat wajahku semakin dekat dengan wajahnya.
“Aku ingin kau mendengarkanku saat
ini, Rin! Jangan lari lagi dariku.” Kami berada dalam posisi yang kurasa sangat
berbahaya. Aku duduk diatas pangkuan Lee, tangan Lee masih saja menggenggam
erat kedua tanganku, wajah kami berdekatan. “Rin, kau ingin tau apa yang
kupikirkan tentangmu?” aku hanya bisa mengangguk perlahan, aku yakin wajahku
sudah sangat merah. Lee hanya tersenyum padaku. “Rin, kau adalah orang yang
merubah hidupku. Itulah yang kupikirkan tentangmu.” Ia tersenyum padaku,
kata-katanya yang begitu lembut seakan menenagkan hatiku. “A.. apa.. maksudmu?”
aku menatapnya dengan tatapan bingung. Kali ini dia tertawa. “Aku menyukaimu
Rin!”
Lee melepaskan kedua tanganku,
kubungkam mulutku dengan kedua tanganku aku tak percaya dengan apa yang
kudengar. Aku menggelengkan kepalaku, air mataku menetes dengan sendirinya. Lee
tetap saja tersenyum padaku. Ia mengusap air mataku “Kenapa kau menangis.
Kumohon percayalah padaku, aku tak akan pernah menyakitimu.” Ia menarik perlahan
kedua tanganku lalu mengecupnya lagi “Tapi kenapa? Bukankah..” Belum selasai
aku bicara ia mencium bibirku “Karna hati ini telah memilihmu, Rin. Dan kau
tau, kau tak pernah menyadari betapa cantiknya dirimu.” Ia memasangkan sebuah
jepit rambut “Eh? Jadi ini..” Kupegang jepit rambut berbentuk sakura tadi,
“Iya, itu dari aku. Kau tau? Sejak awal aku selalu memperhatikanmu, bahkan
sejak pertama kali kita bertemu 10 tahun yang lalu di taman itu.”
“Apa maksudmu?” Aku sama sekali tak
mengerti, 10 tahun lalu itu berrati aku masih berumur 6 tahun. Dan lagi taman
itu? Dimana? “Ahaha.. aku yakin kau sudah lupa, Rin! 10 tahun lalu di taman
dekat sekolah ini, kau menangis seorang diri di sana. Dan saat itu aku melihat,
mata biru kehijauan milikmu” Ia membelai pelan pipiku. “Sama seperti saat itu Aku
mendekatimu dan menyeka air matamu. Dan kau tau Rin, aku telah berjanji pada
diriku sendiri dulu. Bahwa aku akan selalu ada untukmu. Aku akan selalu berasa
disisimu.” Lagi-lagi ia tersenyum padaku, air mataku mengalir semakin deras.
“Don’t cry, Baby. I promise I’ll
never break your heart, I’ll never make you cry, I’ll keep you no matter what!
Would you be My Girlfriend?” Lee mengatakannya sambil memelukku, aku merasakan
kehangatan dari pelukannya dan juga ketulusan dari kata-katanya. “Yes. I love
you, Lee!” Aku membalas pelukannya, kini aku menangis karna aku bahagia. “I
Love you too, Rin..”Aku mempererat pelukanku.
Masih seperti biasa, aku bangun
sangat pagi. Tapi mulai hari ini aku berusaha untuk merubah penampilanku. Rok
panjang selutut dengan baju lengan panjang tak akan kugunakan lagi. Aku
menggunakan seragam yang sama dengan anak gadis disekolahku, Rok pendek
ditambah atasan yang sesuai. Kali ini aku berusaha berdandan, aku berusaha
menjadi seseorang yang pantas bagi Lee.
Rambut panjang kemerahanku yang
biasa kukepang dua, kini kubiarkan tergerai. Oh, tak lupa aku menggunakan jepit
rambut pemberian Lee kemarin. Aku sudah tak menggunakan kacamataku lagi, dan
aku juga melepaskan contact lensku. Kupandang diriku dicermin sekali lagi.
Kuperhatikan gigiku, tampak rapi tanpa ada kawat gigi yang mengganggu. Aku
tersenyum puas.
Aku berlari turun, seperti biasa
aku memasakkan sarapan untuk kedua orang tuaku dan hari ini aku membuatkan
bekal untukku dan Lee. Walau sebenarnya aku merasa kejadian kemarin sore
seperti mimpi bagiku. Kusentuh bibirku, aku masih bisa merasakan kehangatan
dari bibir Lee. Dan aku berusaha keras meyakinkan diriku bahwa kemarin bukanlah
mimpi.
Aku berjalan kaki menuju sekolah.
Entah kenapa hari ini aku bisa mencapai sekolah 30 menit sebelum bel sekolah
berbunyi. “Selamat pagi, Pak!” Aku menyapa bapak penjaga sekolah. Entah kenapa
beliau hanya terbengong. “Apa ada yang salah dengan penampilanku?” gumanku
dalam hati. Aku berusaha tak menghiraukannya, aku berjalan menuju lokerku. Saat
kubuka lokerku, kudapati setangkai bunga mawar merah di dalamnya. Akupun
tersenyum. Aku kembali berjalan menuju kelas. Sepanjang perjalananku menuju
kelas entah kenapa semua orang memandangku, aku semakin merasa aneh. Bahkan
beberapa dari orang-orang yang melihatku, mereka mengikutiku hingga aku sampai
di depan kelas.
Kubuka pintu kelasku. Sama seperti
yang sebelumnya, semua orang menatapku dengan tatapan tak percaya. Termasuk
Lee, dia yang awalnya bercanda bersama teman-temannya kini ia ternganga
menatapku. Aku berjalan dengan canggung menuju bangkuku. Saat aku duduk semua
orang meneriaki namaku, kecuali Lee. “Rin?!” aku hanya mengangguk menanggapi
mereka, aku melihat Lee tersenyum kearahku. Ia turun dari meja yang ia duduki
tadi, ia kini berjalan mendekatiku lalu memelukku. “Aku tau itu!” Aku mendengar
suara Lee begitu dekat ditelingaku.
“Everyone! I want to tell you about
something important!” Lee melepaskan pelukannya, lalu ia berdiri disebelahku.
“Mulai saat ini Rin, Park Ri Rin, resmi menjadi kekasihku!” Semua anak terlihat
sangat terkejut. BRUUK!! Soo Young pingsan mendengar apa yang dikatakan Lee.
Lee hanya tertawa “So, Hands of everyone! She is Mine! I just warn you once!”
Kali ini aku melihat Lee tersenyum pada semua orang, tapi ada yang berbeda dari
senyumannya. Seperti senyuman yang mengancam. “Hihihi..” Aku tertawa kecil, Lee
menatapku “Apa?” ia tampak sangat bingung “Enggak apa kok! [1]Babo” kusentil dahinya.
Bel pelajaran berbunyi. Semua orang
kembali ke bangku dan kelas mereka masing-masing, kecuali Seohyun dan
gangnya. Mereka berada di ruang kesehatan karna Seohyun pingsan mendengar
pengumuman dari Lee tadi. Jujur saja, jantungku berdebar-debar saat Lee
memelukku dan wajahku juga terasa panas. Sesekali aku melirik Lee, Ia tampak
serius saat Pak Guru Shin menjelaskan. Aku jadi ingin tertawa melihatnya.
Bel istirahat telah berbunyi,
beberapa anak mengeluarkan bekalnya dan ada pula yang pergi ke kantin sekolah
untuk membeli makan siang. “Lee! Ayo kita makan siang!” Seorang anak laki-laki
memanggil Lee “[2]Ne..” Aku mendengar Lee menjawab dengan
nada malas. Entah kenapa tanganku bergerak sendiri, Aku menahan Lee agar ia
tidak meninggalkanku. “[3]Wae, Rin?” Aku hanya diam lalu
kukeluarkan bekal yang sengaja kubuat untuk Lee dan kuerikan padanya,
“Untukku?” Lee menunjuk dirinya sendiri, aku hanya menunduk lalu lari meninggalkannya.
“Hah! Lagi-lagi aku
meninggalkannya!” Aku berteriak diatap sekolah. Tempat ini selalu sepi, tak
pernah ada yang mau menggunakan tempat ini. Itulah mengapa aku selalu kemari.
Aku duduk bersandar didekat pagar pembatas, kubuka kotak bekalku lalu aku mulai
memakannya. DEG! Sekali lagi aku merasakan hal yang sama seperti sebelumnya,
seperti ada yang mengawasiku. Dan sama seperti sebelumnya aku tak dapat
menemukan siapa orang yang mengawasiku itu. Aku mulai merasa takut untuk berada
disini lebih lama.
BRAK! Seseorang membuka pintu
menuju atap “LEE!” Aku terkejut melihat Lee berada disini. “Haa… Haa…” Ia
tampak sangat kelelahan. Ia berkeringat sangat banyak, seakan dia berlarian
menuju kemari. Kuletakkan kotak bekalku, kudekati Lee “Lee? Kau kenapa? Kenapa
kau berkeringat?” Saat seperti inipun ia masih sempat tersenyum padaku. “[1]Babo! Tentu saja aku ingin berada
disisimu. Aku ingin makan siang bersamamu.” Nafas Lee sedikit tersengal, namun
ia berusaha menyembunyikan rasa lelahnya.
Aku memeluknya “[4]Mianhae ..” Aku mendengar Lee tertawa
“It’s Okay, Rin. Ini bukan salahmu kok, lagian aku juga salah. Harusnya aku
menemanimu bukannya mengiyakan ajakan teman-teman.” Lee menggandengku menuju
tempatku duduk tadi. “Ayo kita makan!” Kami duduk berhadapan, aku tersenyum
melihatnya begitu lahap memakan masakanku. DEG! Lagi-lagi perasaan terawasi itu
muncul lagi. Aku benci mengakuinya, tapi kali ini berbeda. Seakan seseorang
berusaha melindungiku dari suatu hal yang tak kuketahui.
“Rin?” Suara Lee menyadarkanku dari
lamunanku “ Iya [5]Oppa?” aku menatap Lee, wajahnya tampak
khawatir “Kau melamun?” Aku hanya menggeleng lalu tersenyum padanya “Jangan
pernah sembunyikan apapun dariku.” Lee meletakkan kotak bekalnya lalu ia
menggenggam tanganku “Aku tak ingin ada kesalah pahaman antara kita, Rin” Aku
melepaskan genggamannya, aku meyakinkan diriku bahwa aku harus
memberitahukannya. “Oppa, aku akan
menceritakan semuanya padamu. Tapi kumohon, jangan pernah katakan hal ini pada
orang lain.” Aku menatap kedua mata Lee. Ia mengangguk “Iya, aku tak akan
pernah mengatakannya pada orang lain.” Aku melihat kesungguhan dimatanya. Aku
berusaha membaca apa yang ia pikirkan, namun tetap saja aku tak bisa membaca
apa yang dipikirkannya.
“Oppa, Sebenarnya aku bisa membaca pikiran seseorang. Aku bisa
melihat masa depan dan aku bisa melihat kematian.” Lee hanya terdiam, ia
mendengarkanku dengan sangat serius. “Aku tak tau sejak kapan aku bisa
melakukan semua itu. Seperti 10 tahun lalu, aku menangis karna kau melihat
seseorang yang kusayangi mati didepan kedua mataku. Park Kyuhyun, kakakku. Dia
meninggal karna kecelakaan. Walaupun aku tau kecelakaan itu akan menimpanya,
aku tak bisa menyelamatkannya. Aku..” Tanganku bergetar, aku bisa merasakan
seluruh tubuhku bergetar. Aku tak ingin melanjutkan pembicaraan ini, aku
terlalu takut untuk mengingat kejadian 10 tahun lalu. Tiba-tiba Lee menggenggam
tanganku “Jangan teruskan jika kau tak ingin meneruskannya” Aku melihat
senyumannya, hatiku terasa tenang.
“Oppa, aku tak tau kenapa..” aku berhenti
sejenak, lalu kutatap mata Lee. Sekeras apapun aku berusaha membaca pikiranya
aku tetap tak bisa “Oppa, aku tak
pernah bisa membaca apa yang kau pikirkan. Sejak kau menolongku awal tahun
lalu. Aku selalu mencoba, tapi hanya kau yang tak pernah bisa kubaca. Aku
selalu penasaran dengan apa yang kau pikirkan tentangku. Apa arti kebaikanmu
padaku selama ini. Aku selalu penasaran” Lagi-lagi Lee hanya tersenyum padaku.
“Kau selalu berarti bagiku.” Tanpa sadar aku menitikkan air mata, Lee memelukku
dengan penuh kehangatan. Aku tak ingin momen ini berakhir, aku ingin waktu
berhenti bergerak.
“Ayo Rin!
Sebentar lagi masuk!” Lee memanggilku di dekat pintu atap ini. Aku hanya
tersenyum padanya. “Ne, Oppa” Aku
berlari kearahnya sambil membawa kotak bekal milik kami tadi. Lee berjalan di
depanku. Aku masih saja malu untuk berjalan disebelahnya. Aku hanya bisa
memandanginya dari belakang, sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku menunduk,
“Mungkin aku tak pantas untuknya.” Pikirku.
Lee menarik
tangan kiriku, ia menggenggamnya. “Berjalanlah disisiku.” Aku menatap wajah
Lee. Wajahnya memerah, ia juga menggaruk-garuk kepalanya. Ia tampak malu-malu.
“Puft..” Aku berusaha untuk tidak tertawa “kau tertawa?” Lee berhenti lalu
memandangku, wajahnya sangat lucu. Bibirnya sedikit manyun, kedua matanya
sedikit melotot. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Kini aku yang
menarik tangannya. Kami bercanda sepanjang koridor. DEG! Lagi-lagi perasaan itu
mendatangiku, kali ini aku hanya diam membiarkan diriku ditarik oleh Lee. Yang
kupikirkan hanyalah apa yang sebenarnya diinginkannya.
Aku dan Lee
berjalan bergandengan sampai menuju kelas. aku melepaskan diri dari
genggamannya. Aku berjalan sendirian menuju bangkuku, kumasukan kotak bekalku
dan Lee tadi kedalam tasku. Aku mulai mengeluarkan buku-buku yang akan
kugunakan nanti. Entah itu sebuah kebiasaan atau bagaimana aku juka tak
mengerti, aku mulai menggunakan kacamataku lagi dan kubuka buku-bukuku tadi.
Aku mulai mengerjakan soal-soal yang belum kukerjakan.
“Huh..” aku
mendengar Lee menghela nafas panjang. Aku hanya memandanginya, ia sudah duduk
dibangkunya. Aku tak mengerti apa yang diinginkannya, tapi Lee menatapku
“Kenapa kau selalu seperti ini?” Ia membelai kepalaku, aku masih tak mengerti
apa yang dipikirkannya. Aku hanya bisa memasang tampang polos, karna aku
benar-benar tak bisa membaca pikirannya. “Taka pa. lanjutkan saja.” Lee
tersenyum padaku, ia merenggangkan otot-otot tangannya dan mulai memejamkan
mata. Aku hanya tersenyum memandanginya.
“Sialan kau, Rin!” aku mendengar seseorang
berkata seperti itu padaku. Aku mencari asal suara itu, Ku lihat Soo Young
menatapku dengan pandangan marah, “Beraninya
kau merebut Lee-ku!” Aku hanya bisa menatap datar kearah Soo Young, lalu
aku membungkuk. Aku tau dia tak mengatakan apapun, tapi aku bisa tau itulah
yang dipikirkannya.
DEG! Aku
berhenti mengerjakan soal, aku merasakan perasaan itu lagi. Aku tak mengerti
kenapa belakangan ini aku semakin sering merasakannya. Perasaan diawasi oleh
seseorang yang tak kuketahui dan juga perasaan dilindungi oleh orang yang juga
tak kuketahui. Apa maksud semua ini? Aku terus memikirkannya, bahkan selama
pelajaran aku hanya menatap keluar jendela. Baru kali ini aku melamun saat
pelajaran, aku tak memperhatikan saat guru sedang menerangkan.
Aku melewatkan
jam-jam pelajaran terakhir dengan melamun. Aku terlalu khawatir karna perasaan
itu datang terus-menerus. Seseorang menepuk pundakku, aku menoleh kearahnya
“Kau kenapa, Rin?” Lee tampak begitu khawatir. Aku berusaha untuk tersenyum
“Nothing.” Aku sadar aku telah berbohong padanya. Aku hanya tak ingin dia
khawatir padaku. “Hmmm.. Rin!” Aku memperhatikannya “Apa Kamu ada waktu besok?”
aku memikirkan apa rencanaku besok sore “Memangnya ada apa Oppa?” Lee tampak begitu senang “Bagaimana kalau besok kita ke kebun
binatang ?” Ia tampak malu-malu memberikanku sebuah tiket “Aku mengajakmu untuk
berkencan besok.” Ia meninggalkan tiket dimejaku. “Kutunggu didepan stasiun
pukul 7! Jangan telat ya!” Ia berlari keluar kelas membawa tasnya, aku tak
sadar bahwa ini sudah waktunya pulang.
Saat kuambil
tiket itu, aku melihat selembar kertas dibawahnya. “[6]01070132836
Simpan! Ini nomor handphoneku! Lee” Aku tertawa kecil. Aku memasukan kedua
kertas berharga itu kedalam blazerku. Aku membereskan semua buku-bukuku aku
bersiap pulang. Setelah semua kubereskan aku memutuskan untuk pulang.
To Be Continue..
[1] Babo = Bodoh (dalam bahasa Korea)
[2] Ne = Iya (dalam bahasa Korea)
[3] Wae = Kenapa (dalam bahasa Korea)
[4] Mianhae = Maaf (dalam bahasa Korea)
[5] Oppa = panggilan untuk laki-laki yang
lebih tua/ dihormati dari gadis yang lebih muda
[6]
Ini bukan nomor asli. Cuma karangan penulis
Nah berikutnya aku post besok aja.. :D
Sayonara.. ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar