Jumat, 16 Agustus 2013

A Way To Find Pieces Of Your Heart (Fanfic : I Have to Find It!)


A Way to Find
Pieces of Your Heart
By. Yoshikuni Yumi

Main Cast :
Author             as         Park Ri Rin
Oh SeHun        as         Lee Song Yoon
Seo Joo Hyun   as         Kim Seohyun

Sebenernya ini bukan FF.. Ini Cuma cerita biasa yang mau aku ikutin lomba.. cuma karna uda kelewat deathline jadinya aku ubah jadi ff deh.. HAPPY READING ALL.. ^^

Ri Rin's POV

Seperti biasa, aku bangun sangat pagi. Langit masih gelap, bintang-bintang masih tampak berkerlipan diangkasa. Fajar belum menyingsingkan sinarnya. Aku sudah bersiap sekolah. Rok panjang selutut dengan baju lengan panjang tak lupa dasi merah tergantung dileherku. Kupandangi diriku dicermin. Kulitku tampak semakin pucat dibawah sinar lampu kamarku, Rambut panjangku yang kemerahan selalu yang kukepang dua, kacamata minus menggantung dihidungku, oh jangan lupakan gigiku yang berkawat. Terkadang hal ini membuatku sebal.


Siapapun pasti mengenaliku Park Ri Rin, gadis kelas 2 SMA Kyeongbuk yang tidak cantik dan tidak memiliki kemampuan dibidang apapun kecuali memasak, melukis dan bernyanyi. Namun tak ada yang mengetahui kenyataan bahwa aku ini anak dari pasangan dokter gigi ternama dan seorang desainer terkenal, Park Nam Soo dan Park Hyeo Yeon. Walau ayahku sering memaksaku untuk melepas kawat gigiku, aku tak mau melepaskannya. Ibuku seorang desainer, aku bahkan tak mengizinkannya untuk merubah penampilanku. Apa itu wajar? Tentu saja tidak! Mungkin orang menganggapku gila. Bukankah seorang gadis remaja biasanya ingin tampik cantik?

Aku berjalan menuju dapur, aku memasak sarapan untuk kami semua. Untuk aku, Ibu dan Ayah. Ibu dan ayah masih tidur dikamarnya. Mereka pasti sangat lelah, mereka selalu pulang larut karna pekerjaan mereka. Setelah aku selesai memasak dan menatanya dimeja makan aku berangkat. Aku berangkat jalan kaki. Walaupun ada supir yang siap mengantarku kemana saja aku mau, aku tetap memilih berjalan kaki karna Aku tak terlalu suka kendaraan bermotor. Lagian aku bisa menikmati udara segar disepanjang jalan, daripada harus menaiki mobil. Itu hanya akan menambah polusi saja.

Aku sampai disekolah tepat 15 menit sebelum bel berbunyi. Aku berjalan menuju lokerku. Kudapati bebuah bingkisan aneh berwarna biru kehijauan. Kuambil bingkisan itu lalu kumasukan kedalam saku rokku. Setelah menutup lokerku aku berjalan menuju kelas, aku berjalan seorang diri. Tentu saja! Takkan ada seorangpun yang mau berjalan dengan gadis sejelek aku. Aku dapat mendengar suara bising dari kelasku, kubuka pintu kelas. Kelas sudah sangat ramai. Beberapa anak bergerombol dipojok kelas.

Ada seorang anak yang menarik perhatianku sejak dulu. Lee, Lee Song Yoon, dia adalah anak paling popular disekolah kami. Dia jago bermain basket, dia juga selalu juara kelas. Ia memiliki wajah yang sangat tampan. Semua orang selalu memanggilnya Prince. Ya, Prince sangat cocok untuk menggabarkan sosoknya. Kulit putih, badan tinggi dan tegap, rambut pirangnya, ditambah tiga buah tindik hitam yang menghiasi telinga kirinya. Dia tampak begitu keren. Bahkan banyak gadis berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Jujur saja aku juga sangat menyukainya, tapi mau bagaimana lagi? Aku menyadari bahwa aku ini jelek dan tak pantas bersanding dengannya.

Aku berjalan keujung kelas dekat dengan gerombolan itu. “Rin! Kau sudah mengerjakan PR Matematika?” Salah seorang gadis dikelasku mendekatiku. Aku hanya membuka tasku lalu kusodorkan buku matematikaku. “Thanks Rin.” Gadis itu menatapku dengan tatapan merendahkan lalu berlari kearah teman-temannya. Aku sudah sangat sering mendapat perlakuan seperti itu. Hanya dimanfaatkan oleh gadis lain yang lebih cantik daripada aku, aku bahkan hanya bisa menyerahkan pekerjaanku dengan mudahnya pada mereka. Mereka memang cantik, tapi mereka lebih bodoh dari pada aku. Mereka hanya memikirkan uang, pria dan kecantikan. Aku bisa membaca pikiran orang lain. Itulah sebabnya aku bisa mengetahui apa yang mereka pikirkan.

 “Pagi Rin?” Suara indah ini, aku langsung menoleh kearah suara itu. “Pri.. Prince?” Aku tergagap. Entah kenapa aku tak bisa berbicara normal saat berada didekatnya. “Ah, kenapa semua gadis di sekolah ini memanggilku seperti itu” Ia tampak sedikit frustasi. “Pri..” belum sempat aku berbicara ia sudah menyelaku. “Panggil saja aku Lee. Jangan panggil aku Prince atau apalah itu” Ia mengedipkan mata padaku. Aku mengangguk pelan, wajahku terasa panas. Tentu saja karna Lee, cowok terpopuler disekolah ini menyapaku dan mengajakku berbicara.

“Ngomong-ngomong kau jalan kaki lagi hari ini?” Lee menarik bangku didepan mejaku lalu duduk dihadapanku. Aku hanya bisa mengangguk pelan. Aku merasakan tangan hangat menyentuh keningku, aku mendongkak. Itu tangan Lee! “Rin? Kau demam? Kenapa wajahmu merah sekali?” Jantungku berdebar kencang. Wajahku semakin memanas. Aku dapat melihat wajah Lee yang tampak mengkhawatirkanku. Aku langsung menjauhkan diriku dari Lee lalu aku berdiri. Aku berlari keluar kelas meninggalkannya terpaku disana. Aku tak tau apa yang ia pikirkan, dia satu-satunya orang yang tidak bisa kubaca pikirannya. Yang aku yakin dia menganggapku aneh.

Aku berlari menuju atap sekolahan. Di tempat ini aku biasa menghabisakan waktuku sendirian. Aku bisa merasakan debaran jantung ini meningkat. Kupegangi kedua pipiku. Aku teringat Lee yang menyentuh dahiku tadi. “Aaaaa!!!” Aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku tak yakin akan ada yang mendengarku berteriak tadi. Walaupun ada aku juga tak akan peduli. Yang kutau aku ingin berteriak sekeras mungkin untuk menenagkan hatiku. DEG! Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya seperti ada orang yang mengawasiku. Aku berusaha mencari orang itu. Aku menoleh melihat sekeliling tapi aku tak mendapati siapapun diisini. Hanya aku seorang diri. Perasaan berdebar-debar karna Lee sudah terganti dengan perasaan waspada. Aku memutuskan untuk kembali ke kelas, aku takut guruku sudah ada di kelas. Kubenahi kacamataku, aku segera berjalan kembali menuju kelas. Aku benar-benar merasa ada yang mengawasiku saat ini.

Saat aku tiba dikelas, tak ada satupun yang duduk dibangku mereka. Mereka duduk bergerombol bersama gang-gang mereka masing-masing. Saat kulihat papan tulis kelasku ternyata hari ini Pak Shin tidak masuk, ia meninggalkan tugas untuk kami. “Hah..” Aku menghela nafas. Aku segera kembali ke bangkuku, kuambil buku fisikaku dan aku segera mengerjakan tugas itu. Toh tugas itu tidak terlalu banyak dan soal-soal itu sangat mudah dimengerti.  

Tiba-tiba aku mendengar seseorang mendorong mejanya didekat mejaku. Kuhentikan kerjaanku dan aku merasa semua orang di ruang kelas ini memandang kearah suara meja tadi. Aku menoleh ke meja disamping kananku, Aku sangat terkejut mendapati siapa orang yang ada di sebelahku. “Hai?” Lee tersenyum padaku “Boleh aku ikut bergabung? Aku sama sekali tak mengerti soal-soal ini.” Kali ini ia tertawa, ia tampak sangat keren! Semua anak gadis dikelasku tampak terkejut dan kesal “Prince, untuk apa kau mendekati Bebek jelek seperti dia?” semua gadis di kelasku mendekati Lee, dan sebadian dari mereka berusaha menari lengan Lee untuk menjauh dariku. “Maaf nona-nona. Tapi aku ingin belajar, dan jujur saja aku tak mengerti soal bagian ini. Jika kalian mau kalian gabung saja dengan kami?” Lee melepaskan pegangan gadis-gadis itu. Gadis-gadis itu tampak kesal lalu meninggalkan kamu berdua.

“Wow, Lee. Kau belajar?” Kali ini anak laki-laki di kelasku yang mengelilingi aku dan Lee, Lee menanggapi mereka. Mereka semua bahkan bercanda didekatku. Aku berusaha mengacuhkan mereka. Aku tetap mengerjakan soal-soal dari Pak Shin. “Hei, Rin! Bagaimana caranya mengerjakan soal ini?” Lee menyiku lenganku perlahan. Aku menoleh kearahnya, kudapati wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Jantungku mulai berdebar tak karuan. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang. “Ya.. yang.. mana??” Aku bicara tergagap. Ia hanya tertawa kecil “Yang ini loh” Ia menunjukan soal yang ia tidak mengerti, aku berusaha menjelaskan padanya perlahan dengan menggunakan cara yang paling mudah. “Wow, Rin! Gampang banget!” Ia tertawa, aku sangat senang melihatnya tertawa.

“Eh, Lee. Apanya yang gampang?” semua anak laki-laki yang sejak tadi bergerombol kini melihat kearah pekerjaan Lee. “Ha? Gampang banget? Rin! Ajari aku yang ini!” Mereka semua mulai bertanya padaku satu persatu. Baru kali ini mereka mengajakku berbicara. Aku mulai mengajari mereka satu per satu. Mereka semua tertawa dan berterimakasih padaku. Aku menoleh kearah Lee, ia tersenyum padaku dan aku hanya bisa tertawa padanya. DUK!! Aku terkejut, Lee tak sengaja menendang kaki mejanya. Aku dapat melihat jelas wajahnya merona, ia juga menggaruk-garuk kepalanya. Melihatnya salah tingkah seperti itu membuat wajahku memerah.

Bel tanda pelajaran telah berakhir. Semua anak laki-laki di kelasku berlarian dan beberapa menarik Lee, mengajaknya untuk ganti baju olah raga untuk pelajaran berikutnya. Saat semua anak laki-laki keluar, semua anak gadis dikelasku mendekatiku. BRAK!! Salah satu dari mereka memukul mejaku, aku terkejut dan mendongkak. Gadis itu adalah Kim Seohyun, gadis yang selalu mengaku sebagai kekasih Lee. “Hei kau Bebek Jelek! Beraninya kau mendekati Lee-ku!” Aku hanya menatap kedua matanya. Aku sudah tau apa yang ia pikirkan. Ia sangat cemburu padaku. “Maafkan aku, Seohyun. Tapi, aku sama sekali tak mendekatinya.” Aku mengacuhkannya, kukeluarkan baju olahragaku , tiba-tiba seorang dari mereka mendorongku. “Lalu apa yang tadi kau lakukan dasar Bebek!” Aku sudah kehabisan kesabaran. “Aku tau aku tidaklah secantik kalian! Tapi hentikan semua ini! Aku sudah lelah menghadapi hinaan dari kalian!” Aku mendorong mereka menjauh dariku, lalu aku berlari meninggalkan mereka semua.

Aku berlari menuju atap. “Lagi-lagi aku kesini.” Aku menghela nafas panjang, aku merasa sangat lelah. Kukeluarkan bingkisan aneh tadi. Kubuka bingkisan itu perlahan, kudapati sebuah penjepit rambut berbentuk setangkai bunga sakura berwarna biru kehijauan. Dibungkus bingkisan itu terdapat tulisan “Untukmu, Rin. Aku tak tau apakah kau suka. Tapi, warna penjepit ini kupilih seperti warna asli matamu yang sangat indah. Dari Prince” Mataku terbelalak. “Prince? Aku tak salah baca kan? Prince kan Lee, mungkinkah Lee.. Tunggu dulu, bangaimana bisa dia tau wqarna asli mataku? Bukankah selama ini aku selalu menggunakan contact lens warna coklat seperti warna mata orang pada umumnya?” Aku bicara sendiri.

Angin berhembus perlahan, aku menatap langit. Banyak hal terjadi hari ini, hari ini aku melewatkan pelajaran olahraga. Aku sendirian diatap, aku yakin saat ini semua sedang berkumpul di ruang olahraga. “Lee..” gumanku, kupejamkan kedua mataku. Hari ini aku merasa sangat lelah, “Apa yang kau pikirkan tentangku, Lee?” hembusan angin yang menyejukkan membuatku merasa mengantuk. Aku terlelap. Aku bahkan tak tau bahwa seseorang sedang melangkah mendekatiku. Entah mengapa aku merasa sangat nyaman saat ini.
 Saat kubuka kedua mataku, kudapati langit berwarna orange. Aku merasa ada seseorang disebelahku. Mataku terbelalak mendapati Lee, Song Yoon Lee, tertidur disebelahku, pantas saja aku merasa nyaman sedari tadi ternyata Lee tidur disebelahku. Ia bahkan masih mengenakan kaos olahraganya, wajahnya tampak begitu damai seperti anak kecil.

“Apa yang kau pikirkan tentangku, Lee?” Kusibak rambut Lee yang menutupi wajahnya, tiba-tiba tangan Lee menggenggam tanganku. Aku terkejut, aku berusaha melepaskan genggaman Lee tapi kini kedua tangannya telah menggenggam erat tanganku seakan tak ingin aku pergi lagi. “Kau ingin tau?” Aku melihat sebuah keseriusan dimatanya, Ia mengecup kedua tanganku. Wajahku memanas “Le.. Lee.. kumo.. hon. Lepas.. kan aku..” Aku berusaha menarik kedua tanganku. Aku ingin berlari dari sini, berlari sejauh mungkin. Aku tak ingin Lee melihat wajahku saat ini. “Tidak akan pernah! Sampai kau mau mendengarkanku!” Ia menarik kedua tanganku mendekatinya, hal itu membuat wajahku semakin dekat dengan wajahnya.
“Aku ingin kau mendengarkanku saat ini, Rin! Jangan lari lagi dariku.” Kami berada dalam posisi yang kurasa sangat berbahaya. Aku duduk diatas pangkuan Lee, tangan Lee masih saja menggenggam erat kedua tanganku, wajah kami berdekatan. “Rin, kau ingin tau apa yang kupikirkan tentangmu?” aku hanya bisa mengangguk perlahan, aku yakin wajahku sudah sangat merah. Lee hanya tersenyum padaku. “Rin, kau adalah orang yang merubah hidupku. Itulah yang kupikirkan tentangmu.” Ia tersenyum padaku, kata-katanya yang begitu lembut seakan menenagkan hatiku. “A.. apa.. maksudmu?” aku menatapnya dengan tatapan bingung. Kali ini dia tertawa. “Aku menyukaimu Rin!”

Lee melepaskan kedua tanganku, kubungkam mulutku dengan kedua tanganku aku tak percaya dengan apa yang kudengar. Aku menggelengkan kepalaku, air mataku menetes dengan sendirinya. Lee tetap saja tersenyum padaku. Ia mengusap air mataku “Kenapa kau menangis. Kumohon percayalah padaku, aku tak akan pernah menyakitimu.” Ia menarik perlahan kedua tanganku lalu mengecupnya lagi “Tapi kenapa? Bukankah..” Belum selasai aku bicara ia mencium bibirku “Karna hati ini telah memilihmu, Rin. Dan kau tau, kau tak pernah menyadari betapa cantiknya dirimu.” Ia memasangkan sebuah jepit rambut “Eh? Jadi ini..” Kupegang jepit rambut berbentuk sakura tadi, “Iya, itu dari aku. Kau tau? Sejak awal aku selalu memperhatikanmu, bahkan sejak pertama kali kita bertemu 10 tahun yang lalu di taman itu.”

“Apa maksudmu?” Aku sama sekali tak mengerti, 10 tahun lalu itu berrati aku masih berumur 6 tahun. Dan lagi taman itu? Dimana? “Ahaha.. aku yakin kau sudah lupa, Rin! 10 tahun lalu di taman dekat sekolah ini, kau menangis seorang diri di sana. Dan saat itu aku melihat, mata biru kehijauan milikmu” Ia membelai pelan pipiku. “Sama seperti saat itu Aku mendekatimu dan menyeka air matamu. Dan kau tau Rin, aku telah berjanji pada diriku sendiri dulu. Bahwa aku akan selalu ada untukmu. Aku akan selalu berasa disisimu.” Lagi-lagi ia tersenyum padaku, air mataku mengalir semakin deras.

“Don’t cry, Baby. I promise I’ll never break your heart, I’ll never make you cry, I’ll keep you no matter what! Would you be My Girlfriend?” Lee mengatakannya sambil memelukku, aku merasakan kehangatan dari pelukannya dan juga ketulusan dari kata-katanya. “Yes. I love you, Lee!” Aku membalas pelukannya, kini aku menangis karna aku bahagia. “I Love you too, Rin..”Aku mempererat pelukanku.

Masih seperti biasa, aku bangun sangat pagi. Tapi mulai hari ini aku berusaha untuk merubah penampilanku. Rok panjang selutut dengan baju lengan panjang tak akan kugunakan lagi. Aku menggunakan seragam yang sama dengan anak gadis disekolahku, Rok pendek ditambah atasan yang sesuai. Kali ini aku berusaha berdandan, aku berusaha menjadi seseorang yang pantas bagi Lee.

Rambut panjang kemerahanku yang biasa kukepang dua, kini kubiarkan tergerai. Oh, tak lupa aku menggunakan jepit rambut pemberian Lee kemarin. Aku sudah tak menggunakan kacamataku lagi, dan aku juga melepaskan contact lensku. Kupandang diriku dicermin sekali lagi. Kuperhatikan gigiku, tampak rapi tanpa ada kawat gigi yang mengganggu. Aku tersenyum puas.

Aku berlari turun, seperti biasa aku memasakkan sarapan untuk kedua orang tuaku dan hari ini aku membuatkan bekal untukku dan Lee. Walau sebenarnya aku merasa kejadian kemarin sore seperti mimpi bagiku. Kusentuh bibirku, aku masih bisa merasakan kehangatan dari bibir Lee. Dan aku berusaha keras meyakinkan diriku bahwa kemarin bukanlah mimpi.

Aku berjalan kaki menuju sekolah. Entah kenapa hari ini aku bisa mencapai sekolah 30 menit sebelum bel sekolah berbunyi. “Selamat pagi, Pak!” Aku menyapa bapak penjaga sekolah. Entah kenapa beliau hanya terbengong. “Apa ada yang salah dengan penampilanku?” gumanku dalam hati. Aku berusaha tak menghiraukannya, aku berjalan menuju lokerku. Saat kubuka lokerku, kudapati setangkai bunga mawar merah di dalamnya. Akupun tersenyum. Aku kembali berjalan menuju kelas. Sepanjang perjalananku menuju kelas entah kenapa semua orang memandangku, aku semakin merasa aneh. Bahkan beberapa dari orang-orang yang melihatku, mereka mengikutiku hingga aku sampai di depan kelas.

Kubuka pintu kelasku. Sama seperti yang sebelumnya, semua orang menatapku dengan tatapan tak percaya. Termasuk Lee, dia yang awalnya bercanda bersama teman-temannya kini ia ternganga menatapku. Aku berjalan dengan canggung menuju bangkuku. Saat aku duduk semua orang meneriaki namaku, kecuali Lee. “Rin?!” aku hanya mengangguk menanggapi mereka, aku melihat Lee tersenyum kearahku. Ia turun dari meja yang ia duduki tadi, ia kini berjalan mendekatiku lalu memelukku. “Aku tau itu!” Aku mendengar suara Lee begitu dekat ditelingaku.

“Everyone! I want to tell you about something important!” Lee melepaskan pelukannya, lalu ia berdiri disebelahku. “Mulai saat ini Rin, Park Ri Rin, resmi menjadi kekasihku!” Semua anak terlihat sangat terkejut. BRUUK!! Soo Young pingsan mendengar apa yang dikatakan Lee. Lee hanya tertawa “So, Hands of everyone! She is Mine! I just warn you once!” Kali ini aku melihat Lee tersenyum pada semua orang, tapi ada yang berbeda dari senyumannya. Seperti senyuman yang mengancam. “Hihihi..” Aku tertawa kecil, Lee menatapku “Apa?” ia tampak sangat bingung “Enggak apa kok! [1]Babo” kusentil dahinya.

Bel pelajaran berbunyi. Semua orang kembali ke bangku dan kelas mereka masing-masing, kecuali Seohyun dan gangnya. Mereka berada di ruang kesehatan karna Seohyun pingsan mendengar pengumuman dari Lee tadi. Jujur saja, jantungku berdebar-debar saat Lee memelukku dan wajahku juga terasa panas. Sesekali aku melirik Lee, Ia tampak serius saat Pak Guru Shin menjelaskan. Aku jadi ingin tertawa melihatnya.

Bel istirahat telah berbunyi, beberapa anak mengeluarkan bekalnya dan ada pula yang pergi ke kantin sekolah untuk membeli makan siang. “Lee! Ayo kita makan siang!” Seorang anak laki-laki memanggil Lee “[2]Ne..” Aku mendengar Lee menjawab dengan nada malas. Entah kenapa tanganku bergerak sendiri, Aku menahan Lee agar ia tidak meninggalkanku. “[3]Wae, Rin?” Aku hanya diam lalu kukeluarkan bekal yang sengaja kubuat untuk Lee dan kuerikan padanya, “Untukku?” Lee menunjuk dirinya sendiri, aku hanya menunduk lalu lari meninggalkannya.

“Hah! Lagi-lagi aku meninggalkannya!” Aku berteriak diatap sekolah. Tempat ini selalu sepi, tak pernah ada yang mau menggunakan tempat ini. Itulah mengapa aku selalu kemari. Aku duduk bersandar didekat pagar pembatas, kubuka kotak bekalku lalu aku mulai memakannya. DEG! Sekali lagi aku merasakan hal yang sama seperti sebelumnya, seperti ada yang mengawasiku. Dan sama seperti sebelumnya aku tak dapat menemukan siapa orang yang mengawasiku itu. Aku mulai merasa takut untuk berada disini lebih lama.

BRAK! Seseorang membuka pintu menuju atap “LEE!” Aku terkejut melihat Lee berada disini. “Haa… Haa…” Ia tampak sangat kelelahan. Ia berkeringat sangat banyak, seakan dia berlarian menuju kemari. Kuletakkan kotak bekalku, kudekati Lee “Lee? Kau kenapa? Kenapa kau berkeringat?” Saat seperti inipun ia masih sempat tersenyum padaku. “[1]Babo! Tentu saja aku ingin berada disisimu. Aku ingin makan siang bersamamu.” Nafas Lee sedikit tersengal, namun ia berusaha menyembunyikan rasa lelahnya.

Aku memeluknya “[4]Mianhae ..” Aku mendengar Lee tertawa “It’s Okay, Rin. Ini bukan salahmu kok, lagian aku juga salah. Harusnya aku menemanimu bukannya mengiyakan ajakan teman-teman.” Lee menggandengku menuju tempatku duduk tadi. “Ayo kita makan!” Kami duduk berhadapan, aku tersenyum melihatnya begitu lahap memakan masakanku. DEG! Lagi-lagi perasaan terawasi itu muncul lagi. Aku benci mengakuinya, tapi kali ini berbeda. Seakan seseorang berusaha melindungiku dari suatu hal yang tak kuketahui.

“Rin?” Suara Lee menyadarkanku dari lamunanku “ Iya [5]Oppa?” aku menatap Lee, wajahnya tampak khawatir “Kau melamun?” Aku hanya menggeleng lalu tersenyum padanya “Jangan pernah sembunyikan apapun dariku.” Lee meletakkan kotak bekalnya lalu ia menggenggam tanganku “Aku tak ingin ada kesalah pahaman antara kita, Rin” Aku melepaskan genggamannya, aku meyakinkan diriku bahwa aku harus memberitahukannya. “Oppa, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi kumohon, jangan pernah katakan hal ini pada orang lain.” Aku menatap kedua mata Lee. Ia mengangguk “Iya, aku tak akan pernah mengatakannya pada orang lain.” Aku melihat kesungguhan dimatanya. Aku berusaha membaca apa yang ia pikirkan, namun tetap saja aku tak bisa membaca apa yang dipikirkannya.

Oppa, Sebenarnya aku bisa membaca pikiran seseorang. Aku bisa melihat masa depan dan aku bisa melihat kematian.” Lee hanya terdiam, ia mendengarkanku dengan sangat serius. “Aku tak tau sejak kapan aku bisa melakukan semua itu. Seperti 10 tahun lalu, aku menangis karna kau melihat seseorang yang kusayangi mati didepan kedua mataku. Park Kyuhyun, kakakku. Dia meninggal karna kecelakaan. Walaupun aku tau kecelakaan itu akan menimpanya, aku tak bisa menyelamatkannya. Aku..” Tanganku bergetar, aku bisa merasakan seluruh tubuhku bergetar. Aku tak ingin melanjutkan pembicaraan ini, aku terlalu takut untuk mengingat kejadian 10 tahun lalu. Tiba-tiba Lee menggenggam tanganku “Jangan teruskan jika kau tak ingin meneruskannya” Aku melihat senyumannya, hatiku terasa tenang.

Oppa, aku tak tau kenapa..” aku berhenti sejenak, lalu kutatap mata Lee. Sekeras apapun aku berusaha membaca pikiranya aku tetap tak bisa “Oppa, aku tak pernah bisa membaca apa yang kau pikirkan. Sejak kau menolongku awal tahun lalu. Aku selalu mencoba, tapi hanya kau yang tak pernah bisa kubaca. Aku selalu penasaran dengan apa yang kau pikirkan tentangku. Apa arti kebaikanmu padaku selama ini. Aku selalu penasaran” Lagi-lagi Lee hanya tersenyum padaku. “Kau selalu berarti bagiku.” Tanpa sadar aku menitikkan air mata, Lee memelukku dengan penuh kehangatan. Aku tak ingin momen ini berakhir, aku ingin waktu berhenti bergerak.
“Ayo Rin! Sebentar lagi masuk!” Lee memanggilku di dekat pintu atap ini. Aku hanya tersenyum padanya. “Ne, Oppa” Aku berlari kearahnya sambil membawa kotak bekal milik kami tadi. Lee berjalan di depanku. Aku masih saja malu untuk berjalan disebelahnya. Aku hanya bisa memandanginya dari belakang, sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku menunduk, “Mungkin aku tak pantas untuknya.” Pikirku.

Lee menarik tangan kiriku, ia menggenggamnya. “Berjalanlah disisiku.” Aku menatap wajah Lee. Wajahnya memerah, ia juga menggaruk-garuk kepalanya. Ia tampak malu-malu. “Puft..” Aku berusaha untuk tidak tertawa “kau tertawa?” Lee berhenti lalu memandangku, wajahnya sangat lucu. Bibirnya sedikit manyun, kedua matanya sedikit melotot. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Kini aku yang menarik tangannya. Kami bercanda sepanjang koridor. DEG! Lagi-lagi perasaan itu mendatangiku, kali ini aku hanya diam membiarkan diriku ditarik oleh Lee. Yang kupikirkan hanyalah apa yang sebenarnya diinginkannya.

Aku dan Lee berjalan bergandengan sampai menuju kelas. aku melepaskan diri dari genggamannya. Aku berjalan sendirian menuju bangkuku, kumasukan kotak bekalku dan Lee tadi kedalam tasku. Aku mulai mengeluarkan buku-buku yang akan kugunakan nanti. Entah itu sebuah kebiasaan atau bagaimana aku juka tak mengerti, aku mulai menggunakan kacamataku lagi dan kubuka buku-bukuku tadi. Aku mulai mengerjakan soal-soal yang belum kukerjakan.

“Huh..” aku mendengar Lee menghela nafas panjang. Aku hanya memandanginya, ia sudah duduk dibangkunya. Aku tak mengerti apa yang diinginkannya, tapi Lee menatapku “Kenapa kau selalu seperti ini?” Ia membelai kepalaku, aku masih tak mengerti apa yang dipikirkannya. Aku hanya bisa memasang tampang polos, karna aku benar-benar tak bisa membaca pikirannya. “Taka pa. lanjutkan saja.” Lee tersenyum padaku, ia merenggangkan otot-otot tangannya dan mulai memejamkan mata. Aku hanya tersenyum memandanginya.
“Sialan kau, Rin!” aku mendengar seseorang berkata seperti itu padaku. Aku mencari asal suara itu, Ku lihat Soo Young menatapku dengan pandangan marah, “Beraninya kau merebut Lee-ku!” Aku hanya bisa menatap datar kearah Soo Young, lalu aku membungkuk. Aku tau dia tak mengatakan apapun, tapi aku bisa tau itulah yang dipikirkannya.

DEG! Aku berhenti mengerjakan soal, aku merasakan perasaan itu lagi. Aku tak mengerti kenapa belakangan ini aku semakin sering merasakannya. Perasaan diawasi oleh seseorang yang tak kuketahui dan juga perasaan dilindungi oleh orang yang juga tak kuketahui. Apa maksud semua ini? Aku terus memikirkannya, bahkan selama pelajaran aku hanya menatap keluar jendela. Baru kali ini aku melamun saat pelajaran, aku tak memperhatikan saat guru sedang menerangkan.

Aku melewatkan jam-jam pelajaran terakhir dengan melamun. Aku terlalu khawatir karna perasaan itu datang terus-menerus. Seseorang menepuk pundakku, aku menoleh kearahnya “Kau kenapa, Rin?” Lee tampak begitu khawatir. Aku berusaha untuk tersenyum “Nothing.” Aku sadar aku telah berbohong padanya. Aku hanya tak ingin dia khawatir padaku. “Hmmm.. Rin!” Aku memperhatikannya “Apa Kamu ada waktu besok?” aku memikirkan apa rencanaku besok sore “Memangnya ada apa Oppa?” Lee tampak begitu senang “Bagaimana kalau besok kita ke kebun binatang ?” Ia tampak malu-malu memberikanku sebuah tiket “Aku mengajakmu untuk berkencan besok.” Ia meninggalkan tiket dimejaku. “Kutunggu didepan stasiun pukul 7! Jangan telat ya!” Ia berlari keluar kelas membawa tasnya, aku tak sadar bahwa ini sudah waktunya pulang.

Saat kuambil tiket itu, aku melihat selembar kertas dibawahnya. [6]01070132836 Simpan! Ini nomor handphoneku! Lee” Aku tertawa kecil. Aku memasukan kedua kertas berharga itu kedalam blazerku. Aku membereskan semua buku-bukuku aku bersiap pulang. Setelah semua kubereskan aku memutuskan untuk pulang.


To Be Continue..

[1] Babo = Bodoh (dalam bahasa Korea)
[2] Ne = Iya (dalam bahasa Korea)
[3] Wae = Kenapa (dalam bahasa Korea)
[4] Mianhae = Maaf (dalam bahasa Korea)
[5] Oppa = panggilan untuk laki-laki yang lebih tua/ dihormati dari gadis yang lebih muda
[6] Ini bukan nomor asli. Cuma karangan penulis


Nah berikutnya aku post besok aja.. :D
Sayonara.. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar